Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 16:46 WIB | Senin, 24 Agustus 2015

Basaria: KPK Harus Menambahkan Fungsi Jadi Pusat Informasi

Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari Polri, Brigjen Polisi Basaria Panjaitan dalam tes wawancara seleksi Calon Pimpinan KPK di Aula Serbagaguna III Lantai I Kementerian Sekretariat Negera Republik Indonesia, Jakarta Pusat, hari Senin (24/8). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari Polri, Brigjen Polisi Basaria Panjaitan, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menambahkan fungsi menjadi pusat informasi.

"Saya berikan satu gagasan, KPK menjadi pusat informasi tindak pidana korupsi di Indonesia. Data ini bisa dikumpulkan dari seluruh Indonesia, kemudian bisa ditindaklanjuti oleh KPK atau polisi dan jaksa," kata Basaria dalam tes wawancara seleksi Calon Pimpinan KPK di Aula Serbagaguna III Lantai I Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta Pusat, hari Senin (24/8).

Tugas utama KPK, kata Basaria harus melakukan supervisi. Artinya, lembaga tersebut bertugas untuk mendorong kinerja Polri dan Kejaksaan Agung untuk lebih efektif dan efisien dalam penindakan tindak pidana korupsi.

"‎Seharusnya KPK berperan tut wuri handayani. Supaya polisi bisa bekerja secara efektif, dia melakukan koordinasi dalam hal-hal tertentu, melihat ada sesuatu yang tidak jelas atau kurang tepat oleh polisi dan jaksa, baru KPK bisa take over," kata dia.

Menurut Basaria, bila suatu kasus yang dikerjakan oleh polisi atau jaksa jalan di tempat, KPK boleh saja mengambil alih. Namun, mengambil alih kasus itu harus memenuhi syarat, dengan lebih dulu melakukan gelar perkara.

"Apabila polisi dan jaksa melakukan penyelidikan terlalu berlama-lama atau ada intervensi, maka KPK punya wewenang dengan melakukan gelar perkara dulu. KPK bisa ambil alih. (Tetapi) bukan semua diambil alih," katanya.

Selain itu, Basaria menginginkan agar KPK melimpahkan proses penyelidikan pada penyidik polisi dan jaksa.

"KPK harus mendayagunakan, KPK tidak boleh memonopoli tindak pidana korupsi. Sebagai trigger mekanisme, berikan saja penyelidikan pada polisi dan jaksa, tinggal bagaimana KPK mengkoordinir penyelidikannya‎," kata dia.

Oleh karena itu, Basaria akan bersikap independen bila terpilih menjadi pemimpin KPK. "Percaya sama saya, saya independen," ‎kata dia.

Basaria mengakui keikutsertaannya untuk menjadi pemimpin KPK tidak lepas dari rekomendasi pimpinan Polri. ‎Meski demikian, ia mengatakan ide untuk mendaftar pertama kali berdasarkan kemauan diri sendiri.

"Kalau dukungan, kayaknya bukan saya saja yang dapat dukungan pimpinan. Saya‎ kan masih perwira aktif. Saya kalau keluar provinsi harus lapor Kapolri, tapi saya tegaskan ide ini (partisipasi dalam Capim KPK) dari saya," kata dia.

Basaria mengaku tidak akan pandang bulu saat mengusut suatu kasus. Bila berkaitan dengan institusi polisi pun, selama ada bukti-bukti yang cukup, ia akan menindaknya.

"Ibu bisa percaya soal itu. Di polisi, naik pangkat itu tidak bisa dilakukan oleh satu orang. Kalau soal independen, selama ada dua alat bukti, yang salah tetap salah, yang benar tetap benar,‎" kata dia di hadapan Tim Pansel.

Basaria mengatakan soal supervisi KPK dari Pasal 44 itu, disebutkan apabila KPK melakukan penyidikan kemudian menemukan dua alat bukti, "Maka KPK boleh menentukan apakah penyidikan tersebut akan dilaksanakan KPK sendiri atau diserahkan kepada penyidik dalam hal ini polisi atau kejaksaan. Jadi, ini tidak mengurangi kewenangan KPK, ini memang ada diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 implementasinya.

Dia menegaskan, KPK bukan jadi lembaga supervisi saja, namun ada fungsi lain, yaitu sebagai trigger mekanisme, sebagai pendorong untuk polisi dan jaksa supaya bisa bekerja lebih efisien dan efektif." 

Apabila polisi dan jaksa dalam melaksanakan penyidikan ataupun penuntutan dalam tindak pidana korupsi terlalu berlama-lama, yang memungkinkan terjadinya intervensi, atau suatu laporan masyarakat tidak ditanggapi oleh polisi, maka KPK punya wewenang tentunya dengan terlebih dulu melakukan gelar perkara.

"Apa, sih, kendalanya sehingga tidak selesai-selesai? Itu dibicarakan pada (tingkat) pimpinan, dalam hal ini KPK boleh mengambil alih kasus tersebut. Itu maksudnya. Jadi bukan berarti semua diambil alih. Pada saat setelah digelar perkara, kemudian baru dibicarakan sebaiknya dikerjakan KPK, jadi boleh dilakukan take over dari kepolisian atau kejaksaan," kata dia.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home