Basuki Duga Birokrasi DKI Permainkan Penerimaan 30 Bus Hibah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ada permainan dalam birokrasi penerimaan 30 bus hibah dari perusahaan swasta. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Pasal 20 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, menurut Basuki digunakan untuk menghambat penerimaan bus-bus tersebut.
Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyatakan bahwa pengadaan bus harus sesuai dengan Perda tersebut, yakni yang berbahan bakar gas. Akan tetapi hal ini disangsikan Basuki. Pasalnya mobil-mobil atau bus-bus operasional DPRD sendiri menggunakan bahan bakar bensin dan solar.
“Pertanyaan saya kepada Pak Dewan yang terhormat, Bu Dewan, mobil yang Anda pakai itu pakai gas atau bensin? Mobil operasional kita semua ini solar atau gas? Terus kenapa Anda biarkan bus Transjakarta lama, Kopami, Kopaja pakai solar? Kan lucu ketika untuk mereka sendiri boleh pakai solar, tapi ketika untuk kepentingan warga DKI, demi Perda mereka bilang tidak boleh,” ujar Basuki kesal, saat ditemui di Balai Kota, Rabu (26/3).
Basuki juga mengaku heran, karena pengadaan bus wisata (bus tingkat), membeli mobil operasional, truk sampah, semuanya boleh menggunakan bahan bakar solar. Tetapi mengapa bus Transjakarta tidak boleh?
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana mengatakan Perda tersebut tetap mengikat sejumlah kendaraan umum yang ada di DKI, meskipun armada bus Transjakarta tersebut dihibahkan pihak swasta. Sedangkan kendaraan operasional Pemprov DKI yang masih menggunakan solar, selanjutnya akan beralih menggunakan bahan bakar gas (BBG) secara bertahap.
Masalah Pajak Iklan
Sebelumnya, ada tiga perusahaan yang menghibahkan 30 bus, antara lain Ti-Phone, Telkomsel, dan Roda Mas, dengan bus merek Hino, dimana harga satu unit bus sekitar Rp 1,5 miliar. Namun karena persoalan pajak iklan, penerimaan bus itu terhambat.
Basuki mengungkapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP), bahwa gubernur bebas mengatur pajak. Tahun 2012 lalu, Gubernur DKI, Fauzi Bowo mengeluarkan IP (izin prinsip) iklan billboard di berbagai tempat tanpa lelang, seperti di JPO (jembatan penyeberangan orang) yang dibangun swasta. Jadi perusahaan yang akan beriklan tinggal membayar pajak iklan saja.
“Saya sudah panggil orang pajak iklan bus. Saya tanya berapa bayar iklan di bus? Stafnya jawab 25-30 juta setahun. Dan sekarang ada peraturan baru, satu bus dihitung penuh hampir 300 juta bayar di muka tanpa diskon untuk tiga atau lima tahun, lebih mahal dibandingkan iklan di tempat lain, itu namanya mematikan pajak iklan di bus. Terus saya tanya, pernah tidak iklan di bus anda dapat uang sebanyak itu? Staf mereka jawab tidak pernah. Kalau begitu kenapa perusahaan mau menyumbang digunakan hitungan seperti itu,” tegas Basuki.
Harus Rekomendasi Kemendagri
Kisruh penerimaan 30 bus hibah terus berlanjut dengan munculnya peraturan bahwa untuk menerima bus-bus tersebut harus ada rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah dan Asisten Pembangunan (Plt Sekda dan Asbang) DKI Jakarta, Wiriyatmoko.
“Kemarin saya tanya sama Sekjen Mendagri, Bu Diah, sejak kapan hibah barang pakai minta izin Mendagri. Dia bilang, saya juga belum pernah dengar peraturan seperti itu. Inikan namanya cari-cari alasan. Saya kecewa dengan sikap seperti itu,” ujar Basuki.
Ditambah lagi aturan bahwa bus-bus hibah tersebut harus ganti converter kit gas semua. Padahal, Wiryatmoko sendiri mengatakan kepada Basuki bahwa untuk membangun sebuah SPBG (Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas), bisa empat tahun bahkan lebih. Basuki kemudian mempertanyakan, apakah harus selama itu warga Jakarta menunggu untuk menikmati peningkatan pelayanan bus berupa penambahan armada.
“Perdamu ini kitab suci ya? Urusan IMB saja (izin mendirikan bangunan, Red) masih ada oknum anggota dewan yang belain orang supaya dapat IMB, padahal tidak sesuai Perda. Jadi baca kitab suci itu jangan setengah-setengah, anda hanya menghambat kalau seperti itu,” cetus Basuki.
Kata Kadishub DKI dan LKPP: Azas Manfaat
Kasus ini disinyalir Basuki terdapat sepaket permainan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebelumnya, Udar Pristono mengusulkan bus-bus China yang sebelumnya diperkarakan di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar diterima saja, berdasarkan azas manfaat, karena masyarakat Jakarta membutuhkan penambahan armada bus.
Terlebih, Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) membuat kesepakatan baru, walaupun melanggar Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, karena sudah lewat dari 50 hari, agar bus-bu dari China yang karatan itu diterima saja berdasarkan azas manfaat, walaupun jelek.
“Saya ini orang politik, daripada saya terima itu barang jelek, baru setahun dipakai sudah mogok, saya yang dicaci maki. Lebih baik tunggu empat tahun sampai bisa pengadaan bus yang baik. Mereka bilang, tidak ada bus, saya jawab biarin, orang Jakarta sudah biasa tidak ada bus, tunggu bus lama. Tapi ada orang baik mau kasih bus, malah dipersulit, ada permainan apa sebenarnya?” keluh Basuki.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...