Basuki Minta Pelanggar Pajak Reklame Ditindak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi dianggap Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak tegas dalam memberikan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar pemasangan reklame.
Basuki Tjahaja Purnama selama ini mengeluh banyak perusahaan yang terbukti melanggar waktu pemasangan reklame tapi tidak ditindak oleh Pemprov.
“Saya tanya Pak Iwan. Di Perda (peraturan daerah) yang mengatur kalau orang tidak bayar iklan, apakah itu dipidana, atau ada hukum lainnya. Dia jawab, kalau tidak bayar, ya kita turunkan saja,” kata Basuki menirukan ucapan Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI itu, Jumat (11/4) di Balai Kota.
Basuki menduga, ada permainan yang dilakukan oleh pelanggar yang memasang iklan dengan oknum pajak, karena banyak iklan batas waktu pemasangannya sebenarnya sudah habis namun iklannya tetap terpasang dan tidak bayar pajak reklame.
“Berarti ada berapa banyak billboard-billoard di Jakarta, yang sebetulnya sudah lewat masanya tidak bayar, main dengan oknum,” dia menambahkan.
Oleh sebab itu, ia pun berharap akan ada pihak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian atau aparat hukum lainnya menyelidiki kasus ini.
“Saya harap KPK atau siapalah diselidiki, iklan di DKI semua gila-gilaan nih, bisa pasang iklan yang seharga puluhan milyar selama bertahun-tahun, tinggal bayar murah ke pihak oknum. Apa itu bukan pelanggaran?” kata Basuki.
Pajak reklame Naik Empat Kali Lipat
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menaikan empat kali lipat nilai pajak reklame tahun 2014. Awalnya Rp 25.000 per meter persegi per hari selama tahun 2013. Mulai April 2014 menjadi Rp 125.000 per meter persegi per hari.
Pajak reklame ditargetkan menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak daerah sebesar Rp 32,5 triliun pada tahun 2014. Oleh sebab itu, target penerimaan pajak reklame tahun 2014 ini naik mencapai 400 persen lebih, dari Rp 600 miliar menjadi Rp 2,6 triliun.
Sebelumnya diinformasikan ada empat jenis pajak yang diharapkan meningkat yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (PBPHTB), serta pajak reklame. DKI menargetkan pendapatan dari PKB sebesar Rp 5,1 triliun, PBB senilai Rp 6,5 triliun, PBPHTB sebanyak Rp 5 triliun, dan pajak reklame Rp 2,4 triliun.
Berbeda halnya dengan Pajak Reklame yang tidak lagi diberikan kompensasi terhadap wajib pajak. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memang ada yang diberikan kompensasi, misalnya untuk warga tidak mampu namun tinggal di kawasan yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya tinggi. Kompensasi yang diberikan bisa mencapai 50 persen.
Peningkatan PAD lainnya adalah melalui penerapan pajak progresif terhadap pembelian kendaraan lebih dari satu unit. Penerapan pajak progresif itu juga salah satu alternatif DKI untuk menekan pertambahan jumlah kendaraan akibat dari kebijakan mobil murah.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2010, penerapan pajak kendaraan berjumlah 1,5 persen dari nilai jual kendaraan pertama, 2 persen dari nilai jual kendaraan kedua, dan 4 persen dari nilai jual kendaraan ketiga, empat dan seterusnya. Pajak progresif untuk kendaraan tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...