Bawaslu: Politik Uang Menghancurkan Akhlak Pemimpin dan Warga Negara
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) tematik mengenai isu politik uang.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengingatkan, pemetaan kerawanan ini untuk mengedepankan upaya pencegahan. "Bawaslu harus bikin soal indeks kerawanan pemilu dengan isu spesifik soal politik uang (itu), karena Bawaslu bertugas untuk mencegah terjadinya politik uang,” katanya saat membuka Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis Politik Uang di Bandung, Jawa Barat, hari Minggu (13/8/2023).
“Dengan modus operandi yang semakin beragam, kita memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan," katanya.
Upaya mencegah politik uang dalam pemilu dan pemilihan (pilkada) sesuai dengan Pasal 93 huruf e UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Politik uang ini salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu," kata dia.
Lolly menegaskan, politik uang ini amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental (akhlak) warga negara dan menghancurkan mental aktor-aktor negara (para pemimpin).
"Karena politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat. Bawaslu bergandengan tangan dengan berbagai kelompok kepentingan seperti kepolisian, kejaksaan, pemerintah (pusat dan daerah), dan masyarakat. Semua harus bergabung karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama," katanya.
Disebutkan, ada politik uang sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara, ada pula politik uang yang dilakukan secara digital. "Termasuk juga kegiatan sosial yang diwarnai politik luar dan program pemerintah," katanya.
Daerah Rawan Politik Uang
Berkaca pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, menurut dia, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk, yakni memberikan langsung; memberikan barang; dan memberikan janji. "Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucher atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu)," katanya.
Pelaku yang biasa melakukan politik uang mulai dari kandidat, tim sukses/kampanye, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung (peserta pemilu). "Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya di mana?" katanya.
Berdasarkan pemetaan kerawanan berdasarkan politik uang ini, terdapat lima provinsi paling rawan. Pertama adalah Maluku Utara dengan skor100. Kemudian diikuti empat provinsi di bawahnya, yaknj Lampung skor 55,56, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara dengan skor 38,89.
Namun, jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara.
Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, daerah paling rawan adalah Kabupaten Jayawijaya, Papua, menduduki urutan pertama. Lalu Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...