Loading...
TOPIK PILIHAN
Penulis: Sabar Subekti 09:45 WIB | Sabtu, 21 September 2024

Belanda Kembalikan 288 Objek Budaya Nusantara ke Indonesia

Belanda Kembalikan 288 Objek Budaya Nusantara ke Indonesia
Dua patung batu berusia ratusan tahun, Ganesha, kiri, dan Brahma, termasuk di antara 288 barang yang dikembalikan ke Indonesia oleh pemerintah Belanda pada hari Jumat (20/9). (Foto: Museum Nasional Kebudayaan Dunia via The New York Times)
Belanda Kembalikan 288 Objek Budaya Nusantara ke Indonesia
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyambut kembalinya empat arca peninggalan Kerajaan Singasari dari Belanda ke Tanah Air di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, pada Selasa (22/8/2023). (Foto: dok. Kemendikbudristek)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Kerajaan Belanda memulangkan 288 objek bernilai budaya Indonesia yang berada di Belanda sejak era kolonial ke Tanah Air, berdasarkan rekomendasi Komite Koleksi Kolonial Belanda.

Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Eppo Bruins, pemulangan objek budaya tersebut akan menjadi yang kedua menyusul repatriasi pertama terhadap objek budaya Indonesia dan Sri Lanka pertengahan 2023 lalu.

“Ini adalah kali kedua kami mengembalikan benda-benda yang seharusnya tak pernah berada di Belanda,” kata Bruins, sebagaimana pernyataan pers tertulis Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Jumat (20/9).

Serah terima 288 objek budaya dilakukan pada Jumat waktu setempat di Wereldmuseum Amsterdam, tempat objek budaya tersebut disimpan dan dipamerkan.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Hilmar Farid, mewakili Pemerintah RI dalam serah terima tersebut. Hadir pula perwakilan dari Komite Repatriasi Indonesia.

Objek-objek budaya yang dipulangkan tersebut terdiri dari 284 objek bersejarah seperti senjata, koin, dan perhiasan terkait Puputan Badung yang diboyong pulang pasukan kolonial Belanda usai menaklukkan Kerajaan Badung dan Tabanan di Pulau Bali pada 1906. Objek budaya tersebut kemudian dipamerkan di Wereldmuseum.

Selain itu, ada empat patung Hindu-Buddha yaitu patung Bhairava, Nandi, Ganesha, dan Brahma, yang dibawa ke Belanda dari Jawa pada paruh pertama abad ke-19.

“Kembalinya objek-objek tersebut penting terkait pemulihan material (untuk Indonesia),” kata Menteri Pendidikan Belanda.

Komite Koleksi Kolonial Belanda sebelumnya menyarankan Pemerintah Belanda untuk mengembalikan objek-objek tersebut berdasarkan penelitian asal-usul oleh Wereldmuseum dan sesuai dengan kebijakan nasional mengenai koleksi kolonial.

Rekomendasi tersebut disusun melalui dialog dan kerja sama erat dengan Komite Repatriasi Indonesia dan ahli terkait, dan pemangku kepentingan dari kedua negara terus berkoordinasi demi memastikan kelancaran proses repatriasi kedua ini.

Pemerintah Belanda mengembalikan patung Buddha batu berusia berabad-abad, gelang tangan berhiaskan ular berhiaskan permata, dan artefak jarahan lainnya ke bekas koloninya, Indonesia, pada hari Jumat. Ini adalah contoh langka dari benda-benda budaya yang diambil selama kolonialisme yang berhasil dibawa pulang.

Pengembalian tersebut merupakan bagian dari perhitungan Belanda atas warisan dan keterlibatannya dalam perbudakan. Negara itu mengembalikan "benda-benda yang seharusnya tidak pernah ada di Belanda," kata Eppo Bruins, menteri pendidikan, budaya, dan sains, dalam sebuah pernyataan.

Pertukaran tersebut menunjukkan proses restitusi yang terus berkembang, setelah beberapa bekas kekuatan kolonial di Eropa berjanji untuk mengembalikan benda-benda bersejarah yang berharga ke negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.

Negara-negara seperti Prancis dan Belgia, yang memiliki ribuan harta karun seperti itu dalam koleksi publik, bergerak lambat, namun terhalang oleh kerja keras untuk mengidentifikasi, melacak, dan mengembalikan benda-benda yang seringkali rapuh tersebut.

Pemerintah Belanda mengikuti definisi yang diperluas tentang benda-benda mana yang memenuhi syarat untuk dikembalikan yang diadopsi setelah laporan tahun 2020. Benda-benda tersebut bukan hanya yang dijarah dalam konflik, tetapi juga yang dirampas oleh misionaris, misalnya, atau yang diselundupkan oleh tentara bayaran dan pelari era kolonial lainnya.

 “Pada masa kolonial, benda-benda budaya sering dijarah, atau berpindah tangan tanpa sengaja dengan cara lain,” kata Bruins, dikutip The New York Times.

Tahun lalu, Indonesia mengajukan klaim kepada Komisi Koleksi Kolonial Belanda atas arca-arca tersebut, yang diambil dari kompleks candi yang belum rampung yang dibangun pada abad ke-13 di Jawa Timur, menurut komisi tersebut. Komisi Repatriasi Indonesia juga mengajukan klaim atas senjata tradisional, perhiasan, dan harta karun lainnya yang dijarah pada awal abad ke-20.

Untuk mengembalikannya, peneliti Belanda harus membuktikan asal usul benda-benda tersebut. Meskipun peneliti dapat melacak jalur historis benda-benda tersebut dari kerajaan-kerajaan di Indonesia hingga museum-museum di Belanda, sering kali sulit untuk menghasilkan bukti arsip yang diperlukan untuk membuktikan dari mana asal benda-benda yang dijarah tersebut, kata Jos van Beurden, seorang peneliti independen yang mengkhususkan diri dalam restitusi. Rekomendasi laporan tahun 2020 meringankan sebagian persyaratan ini.

Objek-objek tersebut sekarang akan dikirim ke Museum Nasional di Jakarta, di mana mereka kemungkinan akan ditempatkan di antara objek-objek yang telah dipugar lainnya, kata van Beurden, yang telah mengunjungi museum tersebut.

Para pengkritik proses repatriasi mempertanyakan bagaimana negara-negara miskin akan menyimpan objek-objek yang dikembalikan tersebut. Namun, hal itu seharusnya tidak menjadi perhatian bagi bekas negara kolonial, kata Marieke van Bommel, direktur jenderal Museum Nasional Kebudayaan Dunia di Belanda, sebuah jaringan yang mencakup museum Amsterdam.

“Pencuri tidak dapat memberi tahu pemilik yang sah apa yang harus dilakukan dengan properti mereka,” kata van Bommel.

Museum Belanda telah berunding dengan mitra-mitranya di Indonesia selama lebih dari satu dekade, jauh sebelum menjadi kebijakan pemerintah untuk mengembalikan artefak-artefak tersebut, katanya. Upaya lain untuk mengembalikan benda-benda biasanya didorong oleh kolaborasi antar-museum, bukan janji-janji dari para pemimpin pemerintah.

“Salah satu hal buruk dari kolonialisme adalah terciptanya begitu banyak ketidakpercayaan,” kata van Beurden. “Namun, kepercayaan tumbuh di antara kedua pihak sehingga mereka dapat membahasnya.”

Tidak seperti beberapa bekas koloni lainnya, Indonesia memiliki sumber daya dan kekuatan budaya untuk mendapatkan kembali benda-benda yang dijarahnya, tambahnya.

Belanda menyimpan ribuan artefak dari seluruh dunia, sebagian besar di museum, tetapi beberapa mungkin masih menjadi bagian dari koleksi pribadi, sehingga lebih sulit untuk melacaknya.

Nigeria dan India juga telah mengajukan klaim repatriasi. Setidaknya empat museum Belanda diketahui menyimpan benda-benda yang dijarah tentara Inggris dari kerajaan Benin di pantai Barat Afrika, sementara manuskrip tembaga dari Kekaisaran Chola India abad ke-17 terdaftar sebagai sumbangan ke Universitas Leiden oleh sebuah keluarga Belanda.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home