Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Hip-Now-Color"
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di tengah perkembangan seni rupa modern-kontemporer, penggalian akar tradisi dan alam masih menjadi pilihan seniman dalam karyanya. Itu pula yang dilakukan lima seniman-perupa dengan mengeksplorasi beragam warna dan realitas 'warna' yang tumbuh pada kehidupan masyarakat ke dalam karyanya dalam sebuah pameran bertajuk "Hip-Now-Color" di Bentara Budaya Yogyakarta. Pameran dibuka Selasa (14/8) malam.
Seniman-perupa Azhar Horo dengan lukisan bergaya piksel (pixel art) merekonstruksi pertemuan Adam dan Hawa pada karya berjudul "Adam-Eve" dalam latar belakang bentang alam yang sangat tropis dan melengkapinya dengan binatang panda, kelinci, anak ayam berserta induknya, harimau, dan juga kancil. Bisa jadi Azhar sedang mengabarkan bahwa Indonesia dengan alamnya yang asri adalah surga yang harus dijaga bersama. Dalam tiga figur perempuan dalam dandanan yang berbeda dengan membawa es krim, Azhar bermain-main tentang mimpinya hidup berdampingan dengan damai dan saling menghargai tanpa dibebani atribut apapun yang dikenakan dalam karya berjudul "The Dream of Tolerance".
Warna keberagaman ditawarkan Hayatuddin dalam karya berjudul "Rumah Warna" dan "Respector" dengan figur-figur ganjil deformasi manusia dan binatang. Simbol-simbol apapun yang melekat pada diri manusia bukanlah alasan untuk tidak menghormati satu sama lain. Di atas semua realitas yang ada, kemanusian memiliki nilai-nilai universal yang seharusnya dijaga dan dihormati bersama.
Satu karya tiga matra Hono Sun berjudul "Invation" menjadi kritik yang menarik ketika pertumbuhan penduduk yang cepat dan berdampak pada perebutan sumberdaya dan ruang hidup bagi manusia telah menginvasi ruang hidup makhluk hidup lain (binatang). Ketika tidak mampu bersaing dan bertahan, apakah makhluk hidup itu hanya akan menjadi sebuah cerita yang disimpan pada ruang-ruang sejarah yang diawetkan dalam ingatan manusia?
Pelukis Y. Indra Bayu benar-benar bermain warna yang sesungguhnya dalam karya "Rumahku Kebunku" dan "The Creator". Tuangan cat akrilik berbagai warna yang terkesan acak di atas obyek-potret wajah mampu menarik pengunjung untuk melihat detail-detail karya Indra dengan obyek perempuan menari balet, bermain piano, berteriak, di antara lelehan akrilik warna-warni.
Peraih penghargaan terbaik kedua pada Trienal Grafis Indonesia III - 2009, Irwanto Lentho bermain warna dalam visual karya dan tema yang diangkat pada masing-masing karyanya. Karya berjudul "The Queen of Green" dengan menggabungkan teknik hardboard cut, cetak stensil, serta pewarnaan (hand colouring) di atas kanvas menjadi presentasi karya menarik ketika Lentho melengkapinya dengan menampilkan master-print "The Queen of Green" sebagai sebuah karya tersendiri secara berdampingan. Dalam tata letak demikian, pengunjung bisa membayangkan bagaimana proses sebuah karya hardboard cut dihasilkan. Pada karya "The Queen of Green" Lentho tidak sekedar berbicara tentang karya secara teknis, detail karya, namun juga akar tradisi dengan merekonstruksi Nyi Roro Kidul dalam konteks hari ini.
Dalam karya berjudul "Gotong Royong made in Indonesia", Lentho mengingatkan bahwa kita semua bersaudara yang harus bersatu dalam kerukunan, saling menghormati dan saling merawat, bekerjasama menjaga akal sehat (gugur gunung hanjaga pakarti).
Pameran "Hip-Now-Color" akan berlangsung hingga 21 Agustus 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...