Berantas Terorisme Kapolri Usul Perppu
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Terkait peristiwa ledakan bom di tiga lokasi berbeda di Kota Surabaya, Jatim, Minggu (13/5), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengusulkan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menggantikan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu sore.
Kapolri menyampaikan hal tersebut terkait dengan keinginan Polri untuk dapat memberantas sel-sel teroris yang belum melakukan tindak pidana. Revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang memakan waktu pembahasan revisi lebih dari 1 tahun, dinilai terlalu lama.
"Kami sebenarnya tahu sel-sel mereka, tapi tidak bisa menindak kalau mereka belum melakukan aksi. UU No 15/2003 sangat responsif jadi kita baru bisa bertindak kalau mereka telah melakukan aksi atau jelas ada barang buktinya," ungkap Kapolri seraya menambahkan bahwa para penegak hukum ingin lebih dari itu.
"Salah satunya, negara atau institusi pemerintah atau insitusi hukum seperti pengadilan menetapkan JAD dan JAT (Jamaah Anshar Daulah dan Jamaah Ansharut Tauhid) sebagai organisasi teroris, lalu ada pasal yang menyebut kalau bergabung dengan organisasi teroris ini bisa diproses pidana, itu akan lebih mudah bagi kita," jelas Kapolri.
Ia memohon dukungan anggota DPR agar revisi UU Terorisme tidak berlarut-larut karena korban sudah banyak berjatuhan.
"Negara membutuhkan dukungan lebih, terutama masalah pasal-pasal seperti mereka yang kembali dari Suriah ada 500 orang termasuk keluarga (pelaku bom Surabaya) ini, diduga. Kita tidak bisa berbuat apa-apa kalau tidak melakukan pidana, kalau mereka menggunakan paspor palsu kita bisa proses hukum, tapi kalau mereka tidak melakukan apa-apa ya tidak bisa," tambah Kapolri.
Polri menduga pelaku serangan bom di tiga gereja di Surabaya adalah berasal dari satu keluarga dengan kepala keluarga adalah Dita Sopriyanto yang merupakan Ketua JAD Surabaya.
"Tim sudah bisa identifikasi pelaku. Pelaku diduga satu keluarga yang melakukan serangan. Seperti di Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno yang menggunakan mobil Avanza diduga adalah bapaknya bernama Dita Prianto," kata Kapolri saat merilis peristiwa itu di Rumah Sakit Bhayangkara Mapolda Jatim.
Tito melanjutkan, sebelum melakukan aksi di Gereja Pantekosta, pelaku terlebih dahulu menurunkan istri yang bernama Puji Kuswati dan dua anak perempuan bernama Fadila Sari (12) dan Pamela Riskita (9). Sementara pelaku di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela adalah dua orang laki-laki yang diduga anak Dita.
Satunya adalah Yusuf Fadil usia 18 tahun dan Firman Halim berusia 16 tahun. Semuanya adalah jenis bom bunuh diri namun jenis bomnya berbeda.
Dijelaskannya, pelaku bom di Gereja Pantekosta meletakkan di dalam mobilnya. Setelah itu Dita menabrakkan mobilnya karena merasa terdesak. Sedangkan di GKI Jalan Diponegoro, tiga bom diletakkan di pinggang. Itu terlihat karena baik ibu dan anak mengalami luka dan rusak di bagian perut. Sementara atas dan bawah masih utuh.
"Kalau di gereja di Ngagel menggunakan bom yang dipangku. Kita belum paham bom apa ini. Ini bom pecah dengan efeknya yang besar dibawa dengan sepeda motor," ucapnya.
Sampai saat ini, tim Laboratorium Forensik Polda Jatim masih menyelidiki bahan peledak apa yang dipakai.
"Kelompok tak lepas dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia yang dipimpin oleh Aman Abdurahman," kata Tito.
Untuk motifnya, Tito mengemukakan, saat ini ISIS tengah ditekan dan dalam keadaan terpojok. Dalam tekanan itu, ISIS memerintahkan jaringannya menyerang di seluruh dunia termasuk di Indonesia. (antaranews.com)
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...