Berjemur di Bawah Sinar Matahari Kurangi Risiko Arthritis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan reumatologi Dr. dr. Sumartini Dewi, SpPD-KR, M. Kes, FINASIM mengatakan berjemur di bawah sinar matahari secara rutin dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit arthritis atau radang sendi.
Arthritis merupakan kondisi peradangan pada sendi yang disertai gejala-gejala seperti nyeri sendi, bengkak kemerahan, panas pada perabaan, bahkan yang terberat bisa demam.
Menurut Dewi, gejala khas arthritis yaitu kaku sendi saat bangun dari tidur di pagi hari.
“Sebetulnya ini bisa dicegah kalau kita mengerti bahwa hidup itu perlu sinar matahari salah satunya. Sinar matahari akan membentuk vitamin D dalam tubuh kita terutama pada permukaan kulit. Nanti di sana akan memenuhi kebutuhan vitamin D dan itu akan mencegah radang sendi,” kata dokter dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung itu dalam diskusi virtual diikuti dari Jakarta, Rabu (12/10).
Lebih lanjut, Dewi menjelaskan sinar matahari mengandung ultraviolet (UV) A, B, dan C.
Kulit manusia mengandung pro vitamin D yang membutuhkan sinar UV B untuk mengubahnya menjadi vitamin D yang aktif.
“Banyak orang yang salah kaprah dalam berjemur. Vitamin D ini butuh sinar ultraviolet B yang paling banyak pada jam 10 sampai 3 sore. Jadi kalau terlalu pagi dan terlalu sore, sinar ultraviolet yang ada adalah A dan C, itu tidak cukup untuk membentuk vitamin D di permukaan kulit kita,” kata Dewi.
Ia mengatakan kekurangan vitamin D akan memicu radang sendi, karena tanpa kelainan apapun ada pula penyakit berupa keluhan sendi dan otot yang tidak spesifik yang terkait kekurangan vitamin D.
“Seringkali itu dirujuk kepada kami, di reumatologi, diduga penyakit autoimun padahal tidak ada gejala lain. Nah itu dengan kami koreksi vitamin D-nya saja, keluhannya bisa hilang,” ujarnya.
Untuk mencegah arthritis, Dewi menyarankan aktivitas berjemur di bawah sinar matahari tersebut dapat dilakukan sekitar tiga kali dalam tiga hari dalam seminggu.
Agar penyerapan sinar matahari maksimal, Dewi mengatakan dibutuhkan sekitar 30 persen permukaan kulit yang terpapar langsung sinar matahari seperti area wajah, siku ke bawah, serta lutut ke bawah.
Menurutnya, sunblock juga dapat digunakan pada permukaan kulit, terutama bagi pemilik kulit sensitif, dengan SPF yang tidak terlalu tinggi.
“Untuk kebutuhan pembentukan pro vitamin D menjadi vitamin D, ini memang jangan terlalu tinggi SPF-nya. Jadi butuh SPF yang lebih rendah atau tanpa SPF,” katanya.
Adapun durasi berjemur dapat berbeda-beda kondisi cuaca atau kualitas sinar matahari serta bergantung warna kulit.
“Kalau sinar mataharinya bagus sekali, mungkin 10 menit cukup dengan catatan kalau kulit sudah merasa terbakar itu jangan diteruskan,” ujarnya.
Jika kualitas sinar matahari kurang bagus, seperti mendung, baiknya berjemur lebih lama lama sekitar 30 menit atau 1 jam. Jika kulit lebih, maka dibutuhkan waktu berjemur lebih lama untuk pembentukan vitamin D yang cukup.
“Kalau kulit putih butuh waktu yang lebih sedikit untuk mengubah pro vitamin D menjadi vitamin D aktif di kulit tubuh kita. Kalau yang gelap karena tertutup oleh melanin, pigmen dari kulit kita, itu akan menghalangi sinar matahari sehingga mengganggu pembentukan pro vitamin D menjadi vitamin D, jadi butuh waktu yang lebih lama,” katanya.
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...