Bersikap Seperti Anak-anak
Kalau rekan bicara dengan tulus mengatakan tidak tahu jawabannya, anak-anak biasanya akan berhenti dengan dengan sendirinya.
SATUHARAPAN.COM – ”Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.” (Mrk. 10:16). Tindakan Sang Guru sungguh berbeda dibandingkan para murid-Nya.
Jika para murid hatinya tertutup, hati Yesus terbuka terhadap keberadaan anak-anak itu. Jika para murid memarahi beberapa orang tua, Yesus menyambut kehadiran mereka dengan sukacita. Yesus tak merasa terganggu.
Namun, janganlah kita terlalu menyalahkan para murid. Mungkin saja mereka ingin menjaga perasaan Yesus. Bagaimanapun, guru mereka baru saja selesai berdebat dengan sekelompok Farisi soal perceraian (Mrk. 10:2-9). Perdebatan itu tampaknya tak hanya melelahkan otak—juga hati—karena bertujuan mencobai Yesus.
Para murid kelihatannya ingin memberi kesempatan Yesus beristirahat. Oleh karena itu, mereka menolak kehadiran kelompok kedua yang memohon agar Yesus menjamah anak-anak mereka. Mungkin dalam benak para murid, permintaan itu terlalu sepele. Dan Yesus perlu istirahat!
Beda Signifikan
Namun, Yesus memarahi para murid yang sukses bertindak sebagai bodyguard. Di mata-Nya, tindakan para murid itu tak bisa dibenarkan karena ada beda signifikan di antara kedua kelompok itu.
Kelompok pertama berniat mencobai Yesus, kelompok kedua ingin Yesus memberkati anak mereka. Kelompok pertama ingin menjatuhkan Yesus, kelompok kedua percaya bahwa Yesus pribadi mulia. Kelompok pertama menganggap Yesus sebagai musuh, kelompok kedua menganggap Yesus sebagai sahabat.
Mungkin saja, di mata para murid, anak-anak akan mengganggu Yesus dengan pertanyaan. Tetapi, berkait soal pertanyaan, jika pertanyaan orang Farisi bertujuan menjebak, maka pertanyaan yang keluar dalam diri anak biasanya muncul dari rasa ingin tahu yang besar.
Namanya juga menjebak, maka pertanyaan selanjutnya terkesan ngeyel. Terlebih jika mereka merasa kalah dalam perdebatan sebelumnya. Anak-anak tidak pernah ngeyel. Mereka hanya ingin tahu lebih jauh.
Kalau rekan bicara dengan tulus mengatakan tidak tahu jawabannya, anak-anak biasanya akan berhenti dengan sendirinya. Tetapi, tidak ada rasa puas dalam diri mereka. Mereka tidak merasa lebih hebat atau menang. Jika orang dewasa cenderung ingin menang dalam percakapan, anak-anak lebih suka jika semuanya menang.
Tak heran jika Yesus menegaskan pentingnya bersikap seperti anak-anak dalam menyambut Kerajaan Allah. Pada kenyataannya, anak-anak memang lebih mampu bersikap setara terhadap orang lain. Itulah inti Kerajaan Allah: Allah itu raja, yang lainnya hamba! Tak ada yang lebih tinggi atau rendah, semua sama di mata Allah.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...