BI Bali Karantina Uang 14 Hari Sebelum Edar
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia Provinsi Bali melakukan karantina uang selama 14 hari sebelum diedarkan ke masyarakat untuk mencegah penyebaran COVID-19 di wilayah Bali.
"Uang-uang yang masuk di Bank Indonesia akan dikarantina selama 14 hari dan nantinya dihitung ulang untuk diedarkan lagi ke masyarakat dan beberapa bank-bank di Bali," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, di Gedung Gajah, Jayasabha, Denpasar, Kamis (19/3).
Ia mengatakan bahwa karantina uang sudah dimulai sejak 16 Maret 2020 yang lalu. Para pegawai juga menggunakan alat lengkap seperti masker dan sarung tangan, sebelum itu tempatnya juga disemprotkan disinfektan.
"Ini untuk rupiah saja dan akan berlangsung seterusnya sampai akhir Maret. Pemerintah masih membuat kebijakan sampai 29 Mei sampai turun COVID-19 ini. 14 hari harus dihitung ulang sebelum disetor. Kalau rusak kita musnahkan kalau masih bagus diedarkan lagi," jelasnya.
Untuk beberapa bank di Bali, kata dia, ada juga yang melakukan karantina uang sebelum diedarkan ke masyarakat.
Ia mengatakan bahwa kebijakan BI Bali juga mendukung kebijakan dari OJK. Untuk itu BI juga akan menurunkan tingkat suku bunga untuk meringankan debitur-debitur dengan suku bunga yang lebih baik lagi.
Selain itu, BI juga mendorong masyarakat terus menggunakan sistem pembayaran nontunai termasuk QR Indonesian Standard (QRIS) di Bali. Selanjutnya BI juga tetap menjamin uang kartal di Bali tersedia cukup memadai dan bersih ke masyarakat.
"Kalau kerugian terkait COVID-19 bagi perekonomian kita, ya ini baru dua minggu di bulan Maret ya. Kita periksa inflasi month to month di bulan Februari kemarin masih kecil, 0,44 persen. Kemudian survei harga kami dua minggu terakhir dan di minggu lalu malah deflasi ya," katanya.
Ia menyebutkan akibat wabah virus corona kemungkinan industri pariwisata termasuk hotel akan mengalami kesulitan keuangan
"Jadi, cash flow mungkin agak terganggu sehingga BI meminta ke bank bank untuk memberikan kemudahan kepada debitur, seperti memperpanjang pembayaran cicilan utang," katanya.
Menurut dia, para pengusaha akan melakukan efisiensi dalam kondisi sektor pariwisata sepi karena wabah corona.
"Mereka akan melakukan berbagai cara agar bisa menutup biaya operasional," kata Trisno.
Rupiah Turun
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Kamis (19/3) sore terkulai mendekati level Rp16.000 per dolar AS.
Rupiah ditutup melemah 690 poin atau 4,53 persen menjadi Rp15.913 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.223 per dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Kamis, mengatakan penyebaran wabah Virus Corona atau COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan dan menyebabkan kepanikan pasar membuat Bank Indonesia (BI) hari ini memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen.
"Apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia sudah mengikuti anjuran bank sentral global, namun BI tidak bisa menjaga stabilitas mata uang rupiah akibat pasar yang panik karena dinamika dinamika penyebaran Virus Corona sangat cepat," ujar Ibrahim.
BI juga menurunkan suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi 3,75 persen dan suku bunga lending facility turun 25 bps menjadi 5,25 persen.
Menurut Ibrahim, terus bertambahnya kasus positif COVID-19 membuat pelaku pasar menghindar aset-aset berisiko salah satunya mata uang rupiah.
"Level 16.000 adalah level kunci, di mana apabila terlewati maka rupiah akan terus melemah dan dalam kondisi saat ini, wajar kalau rupiah bisa bertengger di 16.500 di bulan April 2020," kata Ibrahim.
Rupiah pada pagi hari dibuka menguat di posisi Rp15.288 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp15.288 per dolar AS hingga Rp15.913 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp15.712 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp15.223 per dolar AS. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...