BI: Pertumbuhan Penjualan Properti Residensial Melambat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pertumbuhan harga maupun penjualan properti residensial di Indonesia menunjukkan gejala perlambatan pada triwulan pertama 2015 dan diperkirakan masih berlanjut pada triwulan kedua.
Perlambatan tersebut tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan I-2015 dalam survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yang tumbuh sebesar 1,44% (quarter to quarter/qtq) atau 6,27% (year on year). Ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat 1,54% (qtq) atau 6,29% (yoy).
Yang dimaksud dengan qtq adalah angka triwulan tahun ini dibandingkan dengan triwulan sebelumnya di tahun yang sama. Sedangkan yang dimaksud dengan yoy adalah angka triwulan tahun ini dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Menurut survei BI, yang dilansir lewat laman resmi bank sentral itu, perlambatan pertumbuhan harga terjadi pada semua tipe rumah, kecuali rumah tipe kecil yang mengalami kenaikan harga lebih tinggi (1,98%, qtq) dari kenaikan 1,43% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Tekanan kenaikan harga yang melambat diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan II-2015.
Perlambatan kinerja properti juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan penjualan properti residensial pada triwulan I-2015 (26,62%, qtq), dari 40,07% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan penjualan terutama terjadi pada rumah tipe menengah. Perkembangan ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial masih bersumber dari dana internal pengembang. Sebagian besar pengembang (61,82%) menggunakan dana sendiri sebagai sumber pembiayaan usahanya. Sementara itu, sumber pembiayaan konsumen untuk membeli properti masih didominasi oleh pembiayaan perbankan (KPR). Sebanyak 75,45% responden masih memanfaatkan KPR sebagai fasilitas pembiayaan dalam pembelian properti residensial, khususnya pada rumah tipe kecil.
Para analis berpendapat perlambatan pertumbuhan sektor properti turut dipicu oleh kebijakan BI yang memperketat penyaluran kredit ke sektor properti melalui kebijakan Loan to Value (LTV) ratio. Melalui kebijakan BI yang diterbitkan pada tahun 2013, BI membatasi pembiayaan bank terhadap perumahan tipe 70 meter persegi ke atas, hanya sampai 70 persen dari total pembiayaan. Selebihnya, konsumen harus memakai dana sendiri.
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, kemarin telah menyatakan persetujuannya untuk meninjau kebijakan tersebut. Dalam waktu dekat, BI diharapkan akan mengeluarkan aturan yang menaikkan batas plafon pembiayaan bank untuk sektor properti sehingga tidak lagi hanya 70 persen melainkan lebih dari itu.
Lebih progresif dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan Brodjonegoro, menjanjikan bahwa pemerintah akan mengizinkan warga negara asing memiliki apartemen mewah. "Rencana ini sangat baik untuk mendukung sektor properti," ujar Bambang pada sebuah konferensi pers, sebagaimana dikutip oleh VOA Indonesia.
Saat ini, warga negara asing tidak diperbolehkan membeli properti di Indonesia, meskipun banyak yang melakukannya dengan menggunakan nama warga lokal.
Bambang juga menjelaskan bahwa keputusannya sebelumnya mengenai batasan harga untuk properti mewah sampai Rp 5 miliar seharusnya tidak membuat pembeli rumah kurang tertarik membeli properti karena pemerintah belum meningkatkan pajak barang mewah.
Para pembeli hanya telah diminta membayar pajak 5 persen yang dipotong dari pajak pendapatan tahunan mereka.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...