Big Cola Taklukkan Coca Cola Minuman Terpopuler di RI
MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM – Kendati Coca Cola masih menjadi minuman ringan terpopuler di Australia dan Selandia Baru, di Indonesia minuman yang berasal dari negara Paman Sam itu takluk kepada pesaingnya yang semula tidak diperhitungkan, yaitu Big Cola, produksi AJE Group, perusahaan berbasis di Peru.
Survei pasar yang dilakukan oleh Roy Morgan Research, lembaga riset yang berkantor pusat di Melbourne, Australia, hari ini Senin (13/4), menunjukkan Big Cola menjadi minuman ringan paling populer, di Tanah Air, dikonsumsi oleh 14 persen populasi (berusia 14 tahun keatas) dalam tujuh hari periode survei. Ini berarti sebanyak 21,48 juta orang. Sedangkan Coca Cola dikonsumsi oleh sekitar 12 persen populasi, atau sekitar 20 juta penduduk.
Kendati begitu, Roy Morgan Research menganggap kekalahan Coca Cola di Indonesia tidak sebanding dengan kemenangan besar yang dicapainya di Australia dan Selandia Baru, apalagi itu dicapai di tengah gencarnya kampanye pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi konsumsi minuman bersoda karena kandungan gizinya yang dianggap minim dan kadar gulanya yang mengancam kesehatan.
“Mulai dari bekas Wali kota New York yang mencoba (tetapi tidak berhasil) melarang penjualan minuman bersoda hingga kampanye hidup sehat pemerintah Australia yang berbunyi Rethink Sugary Drink, menggambarkan bahwa minuman ringan mungkin bukan termasuk selera favorit banyak pemerintah di dunia, tetapi minuman itu masih tetap sangat populer di kalangan rakyat. Ambil contoh rakyat Australia, Selandia Baru dan Indonesia, jutaan mereka mengonsumsi minimal satu unit minuman ringan setiap tujuh hari,” demikian siaran pers Roy Morgan Research.
Berdasarkan wawancara dengan lebih dari 50 ribu responden di Australia, Selandia Baru dan Indonesia, Roy Morgan Research menemukan bahwa Coca Cola masih merupakan pemimpin pasar di Australia dan Selandia Baru sedangkan Big Cola memimpin di Indonesia.
Sedikitnya empat dari lima minuman ringan populer di Australia adalah bercita rasa cola dan tiga diantaranya adalah merek Coca Cola. Masing-masing adalah Coca Cola (dikonsumsi oleh 19 persen penduduk Australia berusia di atas 14 tahun), Coca Cola Zero (8 persen) dan Diet Coke (5 persen). Satu merek cola lainnya yang masuk dalam lima teratas adalah Pepsi Max (7 persen).
Di Selandia baru seperempat penduduknya meminum Coca Cola dalam tujuh hari periode survei, lebih dari dua kali jumlah yang mengonsumsi minumuman terpopuler nomor dua, yaitu Sprite (12 persen), dan Coca Cola Zero (10 persen).
“Kendati perdebatan tentang nilai nutrisinya terus berlanjut, minuman ringan masih tetap disenangi oleh jutaan orang di seluruh dunia. Di Australia, Indonesia dan Selandia Baru minuman bercita rasa cola sangat populer,” kata Michele Levine, CEO Roy Morgan Research.
Secara khusus, ia menggarisbawahi popularitas Fanta di Indonesia, yang menurut dia, menunjukkan betapa berbedanya pasar Indonesia dibanding pasar di negara lain. “Di Austalia Fanta hanya berada di tempat ke sembilan dari 10 minuman terpopuler. Di Selandia Baru berada di tempat ke delapan,” tutur dia.
Big Cola Jadi Buah Bibir di Pasar Global
Bila di pasar cola global pertempuran abadi adalah antara Coca Cola dengan Pepsi Cola, kehadiran Big Cola justru membuat peta persaingan berubah, khususnya di Indonesia. Ketika Pepsi di Tanah Air tak bisa memberikan perlawanan berarti melawan Coke yang sama-sama berasal dari negara Paman Sam, justru Big Cola yang notabene berasal dari dunia ketiga mampu mencuri panggung dan memukul balik.
Awalnya, minuman cola produksi mereka dipasarkan di kedai-kedai di Peru dalam gelas. Namun ternyata rasa dan aroma Big Cola berhasil memikat konsumen. Minuman itu kemudian dikemas dalam botol dan meledak di pasaran.
Amitava Chattopadhyay, profesor pemasaran dan inovasi korporasi di INSEAD, sekolah bisnis ternama Swis, mengulas keberhasilan Big Cola dalam tulisannya yang berjudul Marketing Lessons for Coke from Peru's Big Cola. Menurut catatannya pada tahun 2013 AJE Group membukukan penjualan global sebesar US$ 2 miliar, dengan pertumbuhan penjualan rata-rata 22 persen per tahun mulai dari 2000 hingga 2013. Bandingkan dengan Coca Cola yang yang mencatat pertumbuhan penjualan bersih negatif 1 persen pada 2013 (dan penurunan laba 3 persen), sementara Pepsi Cola melaporkan pertumbuhan penjualan 4 persen.
Berdiri pada tahun 1989 di masa perang sipil di Peru, perusahaan ini dikelola oleh Ananos bersaudara, yang terpaksa meninggalkan ladang mereka menghindari teror dari gerakan gerilya yang dipimpin Sendero Luminoso. Pada masa itu banyak perusahaan asing, termasuk Coca Cola dan Pepsi menghentikan produksinya di Peru.
Untuk bisa tetap survive, keluarga Ananos kemudian mencoba membuat minuman ringan, bisnis yang telah ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Ananos bersaudara yang terdiri dari empat pria dan satu perempuan ini memulainya dengan membuat minuman berwarna oranye dengan nama Kola Real.
Pada 1991 AJE Group mulai melebarkan sayap dari kota kecil markas mereka, Ayacucho ke kota-kota kecil lainnya seperti Huancayo, Bagua dan Sullana. Pada tahun 1999 mereka menancapkan kaki di ibukota Peru, Lima. Mulai tahun 2000 mereka berekspansi ke luar negeri. Mula-mula ke negara tetangga seperti Venezuela hingga pada 2006 berekspansi ke Spanyol.
Indonesia merupakan pusat komando pemasaran mereka untuk Asia Tenggara. Dalam menggarap pasar Indonesia, ada tiga strategi bisnis yang mereka pakai. Pertama, mendistribusikan sendiri produknya. Kedua, merangkul distributor tingkat nasional untuk ikut memasarkannya. Ketiga, merangkul distributor-grosir tradisional.
Sebagai pendatang baru, Big Cola menjual produknya dengan harga lebih rendah dari Coca Cola.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...