Birokrasi Komnas Frankfurt Book Fair 2015 Dikeluhkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Beberapa penulis dan penerjemah yang hadir dalam Sharing Session VI yang digelar oleh Goethe-Institut mengeluhkan birokrasi Komisi Nasional Frankfurt Book Fair 2015 (Komnas FBF 2015) masih rumit dan tidak transparan.
“Ada seorang Phd di bidang sastra Indonesia yang sampel terjemahannya tidak lolos, sementara menurut pengakuannya dia merupakan satu dari sekitar dua atau tiga orang bergelar Phd di bidang sastra Indonesia. Dia mengeluhkan ketidaktransparanan proses evaluasi dan pengumuman tentang penerjemahan di Komite Buku Nasional,” kata Ilham, seorang pengelola website www.indonesiagoestofrankfurt.net yang dibiayai oleh Goethe-Institut pada sesi tanya jawab kepada para pembicara dalam Diskusi Sharing Session VI yang digelar di Goethehaus, Jakarta, Rabu (20/8).
“Yang menjadi pertanyaan saya, apa yang harus dilakukan dan kepada siapa Si Penerjemah harus menghubungi terkait evaluasi? Kok dia malah mencari informasi ke saya. Jangan-jangan ada arus informasi yang kurang lancar antara penerjemah dengan Komnas?”
Hal serupa mengenai birokrasi juga dilontarkan oleh Resita dari penerbit Gagas Media yang menanyakan kelanjutan proses seleksi tahap ketiga yang tidak jelas arus informasinya. Dia juga menanyakan mengapa karya sastra yang lolos seleksi sebagian besar yang dikeluarkan oleh Yayasan Lontar yang juga ada beberapa orang dari Yayasan Lontar duduk di dalam Komnas FBF 2015.
“Apakah Yayasan Lontar sebagai agen?” kata dia.
Hendarto, seorang penerjemah juga menanyakan mengapa subsidi yang diberikan dari pemerintah berbeda antara penerjemah dalam negeri dan penerjemah luar negeri. Dari Yayasan Obor juga menanyakan hal yang sama terkait berapa sebenarnya imbalan yang diperoleh untuk penerjemah dari pemerintah.
Tanggapan dari Komnas FBF 2015
Nova Rosdiana selaku pengurus Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dan Komnas FBF 2015 memahami keluhan dari penerbit dan penerjemah. Namun, kepada satuharapan.com dia menyatakan bahwa tidak semua keinginan mereka bisa dipenuhi.
“Saya dapat memahami apa yang mereka rasakan. Tapi, kami tidak bisa memenuhi semua keinginan dari penerbit dan penerjemah. Apalagi menyangkut birokrasi yang terkait dengan suatu jumlah anggaran. Jadi, kami perwakilan dari penerbit dan Komnas FBF2015 hanya dapat mengupayakan peningkatan kualitas terjemahan untuk layak dipamerkan di Frankfurt.”
Sedangkan John H. McGlynn, salah seorang pendiri Yayasan Lontar menjelaskan mengapa beberapa karya sastra yang diterjemahkan oleh Yayasan Lontar lolos seleksi. Hal itu karena selain sudah berpengalaman, Yayasan Lontar juga memakai penerjemah yang berkualitas dan selalu memakai native speaker atau pembicara asli bahasa tertentu dalam hal ini bahasa Inggris dan Jerman.
“Kami selalu memakai native speaker yang memiliki kualitas penerjemah yang baik sehingga menghasilkan karya sastra terjemahan yang baik. Lagi pula, penilai hanya melihat terjemahan dan tidak melihat penerbit atau siapa penerjemahnya. Mereka tidak tahu apakah itu dari Yayasan Lontar atau penerbit lain,” kata dia menegaskan.
Untuk menanggapi soal dana atau funding, Nani, perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa dalam anggaran untuk membayar penerjemah Komite Buku tidak memakai native yang mahal dan tetap ingin menghargai tenaga kerja penerjemah dari Indonesia.
“Semua merupakan kebijakan dari kementerian untuk menetapkan anggaran tersebut,” kata dia.
Indonesia Terpilih Menjadi Guest of Honour di Frankfurt Book Fair
Jadi Tamu di Frankfurt Book Fair 2015, Pemerintah Indonesia Masih Kesulitan Mempersiapkan Diri
Wamenbud: Tingkatkan Budaya Minat Baca bagi Indonesia melalui FBF
Penyair Agus R. Sarjono: Rilke adalah Penyair Apolitis
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...