BKPM: Indonesia Mampu Bersaing dengan Tenaga Kerja Asing
Penggunaan TKA di Awal Proses Konstruksi Investasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong (Tom) menyampaikan bahwa penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dalam suatu proyek investasi dilakukan dalam suatu periode tertentu terutama di awal proses konstruksi investasi.
Menurut dia, penggunaan TKA tersebut cukup penting untuk menjamin kelangsungan proyek investasi yang akan dilakukan oleh investor. Kekhawatiran terkait penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan dan tidak proporsional dinilai kontra produktif terhadap upaya pemerintah untuk menarik investor asing.
Tom mengatakan bahwa secara kalkulasi bisnis dari sisi operational cost mendatangkan TKA jauh lebih mahal daripada menggunakan tenaga kerja lokal.
“TKA itu hanya sementara karena tingginya biaya dan beratnya upaya untuk menghadirkan TKA. Pemilik proyek atau investor itu pasti sesegera mungkin memulangkan TKA-nya ke negara asal, lebih cepat lebih baik. Jadi, kelihatan sekali di data-data yang ada di BKPM,” kata Tom dalam keterangan resmi kepada media, hari Kamis (12/1).
Menurut Thomas, penggunaan tenaga kerja asing di suatu proyek investasi itu biasanya dilakukan pada tahun pertama atau tahun kedua.
”Di tahun ketiga sudah mulai berangsur-angsur berkurang, di tahun keempat lebih banyak lagi yang dipulangkan. Dan mereka mulai pelan-pelan mengalihkan kendalinya ke Tenaga Kerja Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, Tom mengingatkan agar berbagai pihak tetap menjaga agar diskusi terkait tenaga kerja asing untuk dilakukan secara proporsional.
“Jangan kita menjadi terobsesi dengan isu TKA ini sehingga kita malah kehilangan fokus pada isu-isu yang sebetulnya lebih kritis, lebih penting, seperti upaya untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia,” lanjut Tom.
Mantan Menteri Perdagangan tersebut menegaskan bahwa porsi tenaga kerja asing di Indonesia masih sangat minim bila dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja asing oleh negara-negara tetangga.
"Jadi sangat-sangat jauh di bawah negara tetangga, negara saingan kita seperti Singapura dan Thailand. Singapura sampai lebih dari 20 persen dari pekerjanya adalah tenaga kerja asing, kita 0,1 persen. Malaysia pun di atas 5 persen, Thailand pun juga di atas 5 persen, kita baru 0,1 persen jadi kita masih ketinggalan dibanding negara saingan kita dalam memanfaatkan tenaga kerja asing," lanjutnya.
Tom menjelaskan bahwa penggunaan Tenaga Kerja Asing yang jumlahnya masih sangat-sangat kecil tidak perlu menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.
"Kita ini kan bangsa yang besar. Masa dengan 254 juta orang Indonesia, sebagai bangsa kita takut pada orang asing di tanah air kita sendiri, kan enggak mungkin. Sementara ada 6,5 juta orang Indonesia di luar yang menjadi TKA di negara lain dan sangat-sangat mampu bersaing di sana, masa kita enggak mampu bersaing di negara sendiri? Ya kan enggak masuk akal,” katanya.
Tom menilai bahwa berbagai pihak harus mengedepankan semangat positif, transparan, serta komunikatif dalam dialog publik soal segala hal termasuk soal TKA.
“Kita harus mulai jujur, soal infrastruktur kita, soal regulasi kita yang masih tumpang tindih dan berlebihan, makanya kita masih harus terus rajin meneliti regulasi. Bagaimana negara-negara lain itu masih lebih mudah berbisnis daripada berbisnis di Indonesia,” katanya.
Sedangkan terkait langkah pemerintah untuk melakukan penertiban mengenai tenaga kerja asing yang melanggar, BKPM juga akan memastikan ketaatan investor dalam koridor regulasi dan hukum yang ada.
"Kami juga akan paling kenceng untuk menertibkan hal itu," tegasnya.
Pada tahun 2016, BKPM menetapkan target realisasi investasi sebesar Rp 594,8 triliun yang diperkirakan akan menyerap 1,25 juta TKI langsung selama 2016. Berdasarkan data hingga kuartal III 2016, investasi di sektor sekunder menyumbang 60 persen lapangan kerja baru yang telah menyerap 572.000 TKI langsung, diikuti oleh sektor primer (24 persen) dan sektor tersier (16 persen).
Sektor investasi periode Januari-September 2016, lapangan kerja baru banyak tercipta di sektor tanaman pangan dan perkebunan, industri tekstil, serta industri makanan, dengan porsi masing-masing 17 persen, 13 persen, dan 12 persen.
Data TKI langsung diperoleh melalui laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) perusahaan per kuartal dan belum mencakup lapangan kerja tidak langsung yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan investasi, misalnya jasa akomodasi, jasa transportasi, katering, laundry, maupun kegiatan usaha lainnya di sekitar proyek investasi.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...