BKPM: Izin PMA Harus dari Pusat, Tidak Boleh Daerah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Izin bagi Penanaman Modal Asing (PMA) harus diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat yang berkantor di Jakarta. Investor diharap tidak tertipu apabila ada yang mengatakan pengurusan izin PMA dapat dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang ada di tingkat kabupaten, maupun BPMPTSP (Badan Penanaman Modal Provinsi Terpadu Satu Pintu) yang ada di tingkat provinsi.
“Kalau ada perusahaan dalam negeri yang bahkan satu lembar saham pun dimiliki orang asing, ya itu tetap asing, jadi kalau ada perusahaan dalam negeri yang memiliki selembar saham orang asing ya tetap (dikategorikan) PMA,” kata Deputi Kepala BKPM Bidang Pelayanan Penanaman Modal, Endang Supriadi di hadapan para calon pemodal (investor) di sektor pertanian pada acara Sosialisasi Perizinan Bidang Usaha Sektor Pertanian, di Ruang Nusantara, Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (26/2).
Endang menjelaskan lembaga yang kedudukannya ada di daerah tidak dapat memberi (principal licence) izin prinsip mendirikan usaha. “Jadi BPMP, BKPMD, BPMPTSP atau apa pun namanya yang ada di daerah mereka tidak bisa menangani investasi asing,” kata Endang.
Endang memberi contoh bahwa jika ada hotel yang didirikan para investor PMA namun izin mendirikan hotel dikeluarkan oleh kepala daerah, itu dianggap izin prinsip tidak legal.
“Andaikata pun itu di daerah lolos screening oleh BPMP atau BKPMD, tetapi kalau di BKPM pusat itu tidak akan lolos. Sebab, kewenangan tersebut seharusnya diterbitkan menteri yang didelegasikan kepada kepala BKPM, bukan ke kepala daerah,” Endang menegaskan.
Endang memberi nasihat agar para pengusaha dan penanam modal asing berhati-hati pada proses perizinan kilat yang ditawarkan di daerah-daerah. Endang memberi contoh apabila ada jasa pengurusan izin yang lebih mudah malah dapat memperkeruh alur investasi karena di kemudian hari, Endang mengkhawatirkan akan ada tumpang tindih izin investasi.
Endang mencontohkan, di sebuah daerah di Kalimantan ada pengusaha yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang mengalami kekecewaan tumpang tindih perizinan, karena tidak melalui BKPM.
"Sebulan lalu, saat mereka mau panen sawit, tiba-tiba pohon sawitnya sudah bertumbangan, ternyata dibuldozer oleh pemilik tambang yang punya izin atas lahan yang sama karena dia juga sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Jadi, jangan sampai kita kecewa, karena di mana-mana izin bisa terbit cepat, tapi malah tumpang tindih," kata Endang.
Target Percepatan Pengurusan Izin BKPM
Dalam kesempatan yang sama, Farah Ratnadewi, Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal BKPM mengemukakan BKPM berkomitmen mempermudahan pengurusan izin investasi.
"Sebab itu, BKPM akan melakukan pengurangan, penghapusan, penyederhanaan atau pelimpahan izin, terkhusus untuk bidang pertanian akan diberikan kemudahan perizinan lahan, lingkungan serta perizinan daerah," kata Farah.
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, ada perbaikan izin di pusat dan daerah maksimal 15 hari per jenis perizinan.
Kendati demikian, Farah memaparkan peringkat kemudahan usaha di Indonesia masih berada pada peringkat 114 dari 189 negara, bahkan jauh di bawah peringkat negara-negara Asia Tenggara lainnya.
“Untuk itu, BKPM akan kembali memperpendek prosedur izin menjadi 7 hari,” kata Farah.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan penuntasan hambatan proyek investasi di 24 Provinsi. Bahkan, BKPM sudah membentuk tim ad hoc untuk berkoordinasi dengan provinsi dan kabupaten/kota untuk menuntaskan hambatan investasi.
"BKPM menemukan kendala di 24 provinsi dan 120 kabupaten/kota, seperti masalah listrik dan lainnya. Awal bulan ini kita sudah berkoordinasi, di BKPM akan ada tim ad hoc untuk mengawal atau berkoordinasi dengan provinsi dan kabupaten/kota," kata Farah.
Menurutnya, untuk mencapai target tersebut, tim ad hoc akan mengidentifikasi kendala, termasuk memastikan operasional PTSP di setiap provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Dengan adanya pengawalan tim ad hoc ini, peningkatan realisasi investasi akan tercapai.
"Untuk mencapai target, tim ad hoc akan mengawal PTSP provinsi dan kabupaten/kota. Tim ad hoc harus tahu apa kendala, apakah sudah ada PTSP atau belum, dengan pengawalan ad hoc kita bisa meningkatkan realisasi investasi. Di 2015, kita tergetkan debottlenecking 24 provinsi sudah terakomodir dan 2016 sudah bisa dilakukan pada 34 provinsi," Farah menjelaskan.
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...