BKPM Terima Keluhan Enam Perusahaan Tekstil Terkait Impor Ilegal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak enam perusahaan tekstil di sektor hulu menanggapi desk khusus investasi tekstil dan sepatu yang dibentuk oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa waktu yang lalu.
Kedatangan mereka kali ini untuk mengadukan masalah impor ilegal ke BKPM. Akibatnya, sekitar 945 tenaga kerja terancam dirumahkan sementara. Enam perusahaan tersebut berasal dari Karawang, Tangerang dan Jawa Barat.
“Ini akan menjadi prioritas BKPM untuk memfasilitasi keluhan yang telah disampaikan kepada kami. Kami akan memfasilitasi pertemuan dengan Dirjen Bea Cukai dan nantinya dengan perwakilan perusahaan,” kata Franky usai bertemu dengan enam perusahaan yang bergerak di bidang sektor hulu tekstil di kantor BKPM, Selasa (13/10).
Franky mengemukakan bahwa sebenarnya kebijakan paket ekonomi jilid III telah membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya dan tetap menjaga operasional perusahaan. Meski demikian, ada problem-problem khusus yang juga membutuhkan penanganan secara lebih mendalam.
“Contohnya impor ilegal ini. Dengan masuknya produk-produk ilegal tersebut, maka perusahaan di sektor hilir akan memilih membeli produk ilegal tersebut karena harganya jauh lebih murah dari enam perusahaan tersebut,” kata dia menjelaskan.
Sebagian perusahaan telah menurunkan rata-rata 20 persen dari volume produksinya akibat melemahnya sisi demand akibat tergerus produk impor dan membanjirnya impol ilegal yang mayoritas berasal dari Tiongkok dan India.
Dari hitungan perwakilan perusahaan, perbedaan antara harga produk impor yang legal dan produksi mereka mencapai 20 sen. Apabila perbedaan harga bahan baku tersebut berkisar 5-10 sen maka produsen dalam negeri masih dapat bersaing.
“Jadi mereka menjelaskan bahwa kalau perbedaannya sampai 20 sen, maka garmen lokal akan lebih milih impor, kalaupun dikasih jam malam diskon listrik hanya berkurang 5 sen, ditambah lagi tanpa WBP (Waktu Beban Puncak) diskon yang diberikan hanya dampak 8 sen,” kata Franky.
Oleh karena itu, beberapa usulan yang mengemuka disampaikan oleh perwakilan perusahaan, di antaranya permohonan permintaan penambahan diskon listrik dari 30 persen menjadi 50 persen. Selain itu, beberapa pelaksana di tingkat daerah juga dinilai belum terinformasi dengan jelas mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah pusat untuk membantu kalangan dunia usaha untuk dapat tetap menjaga operasional perusahaan dan memperkerjakan karyawan yang dimilikinya.
Industri tekstil menghasilkan Rp 5,6 triliun surplus perdagangan tahun 2014, dari Rp 12,7 triliun nilai ekspor. Nilai ekspor tumbuh rata-rata 4 persen per tahun selama 2010-2014. Realisasi investasi industri tekstil semester I 2015 tumbuh 58 persen dibandingkan 2014, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total investasi sebesar 16,6 persen.
Nilai realisasi industri tekstil semester I 2015 sebesar Rp 3,9 triliun, terdiri atas 55 persen PMDN dan 45 persen PMA. Nilai investasi tersebut berasal dari 378 proyek investasi yang sedang direalisasikan dan menyerap sekitar 70.000 tenaga kerja langsung. Tercatat, provinsi yang menjadi lokasi utama investasi tekstil yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...