BMKG: Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata dan Mengkhawatirkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa kondisi bumi akibat perubahan iklim cukup mengkhawatirkan. Tidak hanya bencana yang secara intensitas dan durasi semakin bertambah, juga krisis air yang juga berimbas pada berbagai sektor kehidupan.
Salah satunya yang terdampak adalah sektor pertanian dimana Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi dunia akan mengalami ancaman krisis pangan pada tahun 2050 mendatang. Maka, dia mengajak generasi muda berperan aktif dalam upaya melestarikan lingkungan dan menyelamatkan bumi dari perubahan iklim.
Dwikorita mengatakan itu pada program pendidikan Green Leadership Indonesia (GLI) yang diselenggarakan Institut Hijau Indonesia, hari Minggu (15/10/2023), dan mengangkat tema "Pemahaman tentang Isu Perubahan Iklim Bagi Green Leaders".
Di depan ratusan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia, dia mengatakan, "Indonesia butuh ide, pemikiran sekaligus tindakan nyata yang inovatif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk menciptakan linkungan yang berkelanjutan."
Suhu Udara Indonesia Makin Panas
Dia mengatakan, belum lama ini, India menolak rencana impor beras Indonesia karena tengah mengetatkan kebijakan ekspor guna memenuhi kebutuhan domestiknya. Situasi ini menggambarkan bahwa negara lain juga berupaya mengamankan stok pangan mereka. “Kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu membuat banyak negara yang juga mengalami situasi sulit," katanya.
Dwikorita menerangkan, BMKG mencatat secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.
World Meteorolgical Organization (WMO) mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan pernuh rekor temperature, termasuk sepanjang Juni-Agustus menjadi tiga bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.
"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," katanya.
Dampak perubahan iklim sudah sangat terasa di Indonesia. Namun, banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak memahami dan mengerti bahwa cuaca ekstrem yang kerap terjadi, kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim.
Kondisi ini membutuhkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dwikorita menyebutkan, guna memitigasi ancaman krisis pangan BMKG terus melakukan literasi iklim melalui Sekolah Lapang Iklim. Sasarannya adalah petani Indonesia, dimana mereka diajarkan dan dilatih keterampilannya untuk terampil dalam memahami bagaimana strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya, guna memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
"Generasi muda harus terlibat dalam berbagai aksi mitigasi dan perubahan iklim termasuk mencegah laju perubahan iklim itu sendiri untuk menjaga keberlanjutan alam dan menciptakan masa depan yang lebih baik," katanya.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...