BMKG: Fenomena La Nina Mempengaruhi Musim Hujan dan Penyakit di Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan fenomena La Nina "triple-dip" 2020-2023 (tiga tahun beruntun) menjadi ancaman bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Fenomena tersebut sebelumnya pernah terjadi dari tahun 1973 -1975 serta 1998-2001. Fenomena ini, kata Kepala BMKG, Dwikorita, akan berpengaruh terhadap pola cuaca dan iklim di Indonesia. Salah satunya menyebabkan sebagian wilayah Indonesia mengalami musim hujan lebih awal.
La Nina sendiri adalah fenomena mendinginnya suhu permukaan laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya.
Di sisi lain, pendinginan SML di Samudra Pasifik tersebut diikuti oleh menghangatnya SML di perairan Indonesia sehingga menggiatkan pertumbuhan awan awan hujan dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
Fenomena ini sudah dimulai pada pertengahan 2020 dan diprediksi akan tetap berlangsung hingga akhir tahun 2022 dan kemungkinan berlanjut hingga awal tahun 2023, sehingga dinamai "Triple Dip".
Hal tersebut dibahas dalam acara Mini Symposium 17th Annual Indonesia,US, BMKG, NOAA Partnership Workshop yang dilaksanakan secara virtual, Jumat (14/10/2022).
"Triple Dip La Nina adalah fenomena unik. Masyarakat dan pemerintah pusat hingga daerah perlu mewaspadai terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, bandang, angin kencang, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan lain sebagainya," kata Dwikorita.
Menurut Dwikorita, pola cuaca La Nina adalah salah satu dari tiga fase El Nino Southern Oscillation (ENSO). Ini mengacu pada suhu permukaan laut dan arah angin di Pasifik dan dapat beralih antara fase hangat yang disebut El Nino, fase yang lebih dingin dengan sebutan La Nina, dan fase netral.
Fenomena La Nina membawa dampak peningkatan curah hujan di banyak tempat di Indonesia, meski sebenarnya dampak La Nina tidak pernah sama karena dipengaruhi faktor lainnya.
"Yang perlu juga diwaspadai adalah penyakit yang biasa muncul di musim hujan, mulai dari diare, demam berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, dan lain sebagainya. Semua harus bersiap," katanya.
Dalam kesempatan tersebut Dwikorita juga menyampaikan bahwa BMKG berkolaborasi dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) guna memperkuat sistem peringatan dini di Indonesia mengantisipasi dahsyatnya arus perubahan iklim. Kerjasama tersebut dikoordinasikan oleh Kapus Diklat BMKG, Dr. Nelly Florida Riama.
Kolaborasi yang dilakukan berupa observasi dan analisis guna peningkatan akurasi informasi cuaca dan iklim di Indonesia. Juga digelar workshop, seminar, simposium, dan berbagai pelatihan lain guna pengembangan sumber daya manusia (SDM) BMKG.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...