BNPB dan Bank Dunia Bahas Peluang Kerja Sama di Tahun 2016
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia bertemu di Jakarta baru-baru ini. Kepala BNPB Willem Rampangilei dan perwakilan Bank Dunia membahas peluang kerja sama di tahun 2016. Di samping peluang kerja sama, pertemuan itu mendiskusikan pengalaman baik seperti pascabencana tsunami Aceh, gempa bumi dan erupsi Merapi Yogyakarta dapat direplikasikan di daerah bencana lain di Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi budaya dan lingkungan setempat.
Pada sisi lain, Willem mengharapkan dukungan Bank Dunia terutama di bidang teknis pada fase prabencana dan pascabencana, yaitu pengurangan risiko bencana (PRB) serta rehabilitasi dan rekonstruksi. Willem mencontohkan mengenai upaya penguatan PRB, khususnya mengantisipasi periode rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun ini.
Sementara itu, Tim Ahli Lingkungan Bank Dunia, Ann J Glauber, memberikan penjelasan mengenai hasil kajian Bank Dunia pada kerusakan dan kerugian akibat karhulta pengaruh El Nino tahun 2015.
Menurut Ann, kerugian mencapai Rp 221 triliun, atau setara dengan lebih dari dua kali lipat biaya pascabencana tsunami Aceh. Dampak jangka panjang karhutla, seperti pada kesehatan, mencapai lima kali lebih besar daripada dampak polusi harian terburuk di Kota Beijing, Tiongkok.
Sehubungan dengan karthutla, Willem mengatakan, “BNPB sedang mempersiapkan upaya pencegahan berbasis masyarakat dalam mengatasi karhutla saat memasuki musim kering yang mungkin terjadi lebih cepat.”
BNPB telah menyusun upaya pelibatan pemerintah daerah setempat, masyarakat, dan dunia usaha, termasuk kelompok-kelompok masyarakat dengan mencanangkan Relawan Pencegahan Hutan dan Kebakaran. Pencanangan itu dijadwalkan dimulai pada Februari tahun ini.
Perwakilan Bank Dunia yang hadir pada saat audiensi dengan Kepala BNPB, antara lain Task Team Leader Rekompak, George Soraya, Senior Disaster Risk Management Specialist, Iwan Gunawan, dan perwakilan lain, Ruby Mangunsong dan Azrin Rasuwin.
Bank Dunia, telah berkontribusi dalam konteks penanggulangan bencana, seperti pada saat rekonstruksi bencana gempa bumi dan tsunami Aceh (2004) dan gempa bumi Yogykarta (2006).
Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk Bank Dunia, masyarakat dan pemerintah mampu membangun kembali rumah warga yang rusak dengan jumlah 300.000 unit dalam kurun waktu 18 bulan. Sementara itu, pascabencana erupsi Merapi 2010, hampir 3.000 keluarga yang tinggal di kawasan rawan bencana di sekitar Merapi berhasil dimukimkan kembali ke tempat yang lebih aman dan dilengkapi fasilitas livelihood.
Capaian ini tercatat dalam rekor MURI tahun 2014, sebagai “Relokasi Permukiman Terbanyak dan Tercepat di Indonesia yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif dan tanpa gejolak sosial”. Prestasi tersebut merupakan hasil kerja keras bersama antara masyakarakat, BNPB, Kementerian PU, Pemerintah Daerah, dan didukung oleh Bank Dunia dan negara-negara mitra pembangunan international. (bnpb.go.id)
Editor : Sotyati
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...