BNPT Enggan Gegabah Katakan MIT Musnah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dua tokoh penting Majelis Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah sudah tidak berkutik. Santoso tewas beberapa waktu lalu, sementara Basri sudah berhasil ditangkap hari Rabu (14/9).
Meski demikian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) enggan terburu-buru menyatakan bahwa MIT telah musnah.
“Kan sisanya kurang lebih tinggal 12 ya. Walaupun pimpinannya tinggal Ali Kalora ya,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (15/9) saat Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan BNPT.
Apalagi, kata Suhardi, untuk menumpas idiologi yang sudah mendarah daging itu tidaklah mudah. Karenanyan diperlukan usaha yang lebih progresif dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Makanya yang saya terapkan sebagai BNPT ada soft approach. Bagaimana kita mereduksi radikalisme dan sebagainya. Itu kita coba terapkan, kita rangkul semua,” kata dia.
Suhardi meminta, ke depan penanganan terorisme tidak lagi menggunakan cara-cara-cara kekerasaan.
“Sekarang kita lihat perlakuannya sangat manusiawi dan tidak membuat sel-sel baru terorisme," kata dia.
Ditambahkan Suhardi, pihaknya akan memproses hukum Basri dan Santoso. Pengolahan TKP dan sebagainya.
“Semua dalam bingkai hukum. Ada yang lanjut ke pengadilan, ada yang mungkin tersangkanya meninggal dunia dan sebagainya. Jadi semua pertanggung jawabannya kepada masyarakat. (Menyerahkan diri) Iya tetap (diproses hukum), tapi nanti itu yang akan kita fasilitasi dalam bentuk kebaikan," kata dia.
Terkait dengan kekalahan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di beberapa negara dan kembalinya para jihadis ke negara asalnya, BNPT mengaku sudah mengantisipasinya dengan bekerja sama lintas Kementerian. Namun, pemerintah perlu memikirkan bagaimana caranya menerima mantan-mantan kombatan di sana.
“Kan mereka sudah radikal. Bagaimana penanganan di sini. Itu yang harus diformulasikan. Itu tugas kami lintas Kementerian untuk memikirkan itu," kata dia.
Selain lintas Kementerian, pemerintah Indonesia juga akan bekerja sama dengan Turki sebagai pintu masuk daerah pertempuran. BNPT selanjutnya akan mendata siapa saja yang ke daerah tersebut, dan berapa orang yang tewas.
Ia menyarankan, untuk korban-korban terorisme yang selama ini belum terpikirkan itu menjadi tanggung jawab negara. Sehingga masyarakat yang menjadi korban tidak merasa terabaikan. Di samping fokus melakukan upaya pencegahan di tengah globalisasi yang sangat luar biasa.
“Ttidak pernah tutup pintu mereka masuk ke ruang keluarga kita," kata dia.
BNPT mendata, ada sekitar 600-an WNI yang ikut menjadi pejuang di tanah Arab. Namun, dari data tersebut, Suhardi belum bisa memastikan berapa orang yang sudah kembali ke tanah air.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...