Boris Johnson Membaik, Staf Medis Inggris Kekurangan Alat Perlindungan Diri
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, membuat kemajuan kesehatan yang sangat baik dalam pemulihannya dari COVID-19, kata kantornya hari Sabtu (11/4), meskipun menteri kesehatannya mengatakan Inggris belum sampai pada puncak wabah.
Korban tewas di rumah sakit Inggris akibat virus ini telah mencapai hampir 9.000 orang, dengan 980 kematian lainnya dilaporkan pada hari Jumat (10/4). Angka itu melampaui hari paling mematikan yang terjadi di Italia, yang telah menjadi negara dengan korban paling banyak sejauh ini.
Di antara mereka yang telah terinfeksi adalah Perdana Menteri Boris Johnson, yang berada dalam tahap awal pemulihan di bangsal rumah sakit setelah menghabiskan tiga malam dalam perawatan intensif. "Perdana Menteri terus membuat kemajuan yang sangat baik," kata juru bicara kediaman PM di Downing Street No. 10.
Inggris memberlakukan penguncian tiga pekan lalu dalam upaya untuk mengekang penyebaran virus dan para menteri telah memohon kepada warga Inggris untuk mematuhi larangan pertemuan sosial selama akhir pekan Paskah.
Para menteri mengatakan Inggris perlu melewati puncak wabah sebelum perubahan dapat dilakukan, dan Menteri Kesehatan, Matt Hancock mengatakan meskipun jumlah penerimaan rumah sakit mulai rata, tidak ada cukup bukti untuk yakin bahwa telah melewati yang terburuk.
"Penilaian kami adalah kami belum berada di sana. Kami belum melihat cukup rata untuk dapat mengatakan bahwa kami telah mencapai puncaknya," katanya kepada radio BBC.
Sebuah keputusan tentang penguncian tidak akan dibuat sampai pekan depan.
Kurang Alat Perlindungan
Awalnya Johnson merespons secara sederhana wabah itu, ketimbang para pemimpin Eropa lainnya, tetapi kemudian mengubah taktik ketika proyeksi menunjukkan seperempat juta orang Inggris bisa mati karena virus ini.
Pemerintah mendapat kecaman atas tanggapan awal dan kurangnya kesiagaan, dan pada hari Sabtu (11/4) ada kecaman dari dokter dan perawat yang mengatakan bahwa mereka harus merawat pasien tanpa alat pelindung diri (APD) yang tepat seperti masker dan sarung tangan.
Di antara mereka yang meninggal setelah tes positif COVID-19 adalah 19 petugas kesehatan termasuk, 11 dokter. British Medical Association, yang mewakili dokter, mengatakan para petugas medis menghadapi keputusan yang "memilukan" mengenai apakah akan merawat pasien tanpa perlindungan yang tepat dan menempatkan diri mereka dalam risiko.
Royal College of Nursing mengatakan mereka mendapat telepon tentang kekurangan alat perlindungan, dan mengatakan beberapa staf "ketakutan".
Hancock mengatakan 761 juta item APD telah dikirim untuk 1,4 juta staf yang bekerja untuk Layanan Kesehatan Nasional tetapi ada masalah dalam memastikan barang mencapai garis depan.
"Jelas ada lebih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan setiap orang yang membutuhkannya mendapatkan APD," katanya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...