BPIP-BNPT Perkuat Sinergi Tangkal Radikalisme
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memperkuat sinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) guna menangkal radikalisme dan terorisme.
"BPIP memiliki Pusat Studi Pancasila (PSP) di kampus-kampus dan BNPT memiliki Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di daerah-daerah. Saya harap ke depan PSP dan FKPT ini bisa saling bersinergi menanggulangi masalah ini," kata Plt Kepala BPIP Hariyono dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (5/11).
Ia mengatakan kerja sama antarlembaga terus diperkuat dan lebih komprehensif. BPIP dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri telah melakukan Memorandum of Outstanding (MoU), Jumat (1/11) lalu.
Dia berharap kerja sama BNPT-BPIP bisa untuk memasok materi bagi para pengajar Pancasila untuk memberikan pemahaman kepada siswa, mahasiswa, dan masyarakat.
"Dengan adanya materi terkait radikalisme bisa dijadikan bahan materi dan diskusi oleh para pengajar Pancasila untuk menyadarkan mahasiswa dan siswa bahwa ancaman itu sudah ada di sekitar kita. Untuk melawannya tentu harus dengan mengubah cara pandang dan pola pikir kita," tutur Hariyono
Hariyono mengatakan bahwa era globalisasi saat ini harus diterima dengan terbuka tetapi tetap dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Para pahlawan dan pendiri bangsa telah memberi contoh bagaimana menghadapi globalisasi dahulu kala.
"Kita tidak boleh menyesali era globalisasi, karena nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang sempit atau nasionalis yang chauvinis. Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang bisa hidup di taman sari internasionalisme, seperti apa yang disampaikan Bung Hatta, kita harus bergaul dengan dunia luar, tetapi dalam bergaul dengan dunia luar diperlukan kewaspadaan dan kecerdasan. Oleh karena itu globalisasi dan perkembangan teknologi informasi tidak perlu kita takuti," kata Hariyono.
Menurut Hariyono, penguatan nilai-nilai Pancasila di masyarakat dapat menghadirkan pahlawan-pahlawan perdamaian yang menjauhkan politik identitas yang mengumbar kebanggaan primordial yang saat ini mulai memenuhi ruang publik.
"Dengan Pancasila, beragam perbedaan bangsa bisa melebur menjadi satu kekuatan, karena itu Pancasila harus terus disosialisasikan dan ditanamkan sebagai ideologi bangsa," katanya.
Ia menjelaskan ideologi itu bukanlah warisan biologis. Ideologi adalah warisan kultural yag harus dirawat, dibina, dan disosialisasikan secara terus menerus. Pasalnya, tidak ada jaminan bila ada orang tua yang anti-Pancasila lalu anaknya juga anti-Pancasila.
"Dengan proses edukasi dan sosialisasi kita bisa mengubah semua itu," kata Hariyono.
Oleh karena itu, lanjut dia, Pancasila sangat ideal sebagai bekal dan inspirasi, terutama dalam membangun generasi bangsa menjadi pahlawan-pahlawan baru, terutama dalam menghadapi berbagai ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Menurut dia, radikalisme dan terorisme berkembang karena pengaruh ideologi kekerasan yang menyebar begitu masifnya, baik anak muda maupun orang tua bisa terpapar. Pancasila sebagai ideologi negara bisa hadir sebagai penetralisir terhadap ideologi-ideologi yang membahayakan tersebut.
"Indonesia lahir dari bangsa yang terjajah mental inlander menjadi bangsa yang merdeka, bangsa yang berpikir merdeka. Sedangkan terorisme itu sebenarnya bagian dari orang-orang yang tidak merdeka dalam berpikir. Seperti yang kita lihat di Suriah, di Irak, peradaban-peradaban besar manusia hancur karena pikiran yang tidak merdeka sehingga mereka saling meneror," ujar Hariyono.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...