BPIP: Pancasila dan Agama Itu Saling Mendukung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Hariyono mengatakan sejatinya agama dan Pancasila itu saling mendukung, memiliki korelasi sangat positif dengan posisi masing-masing.
"Agama itu mengatur umat manusia yang tentunya tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di luar Indonesia, sementara Pancasila itu sendiri hanya mengatur manusia, tata negara kita yang ada di Indonesia. Sehingga antara agama dan Pancasila ini saling mendukung, jadi bukan saling meniadakan, tapi saling menegaskan," kata Hariyono, di Jakarta, Selasa (18/2).
Hariyono, mengatakan selama ini memang masih ada sebagian kelompok ataupun masyarakat Indonesia yang menafsirkan ajaran agama secara sempit, bahkan sering dieskploitasi untuk kepentingan tertentu dalam menghantam nilai-nilai Pancasila.
Hal itu karena agama dipersempit atau dimanipulasi untuk kepentingan kelompoknya, padahal kata dia, jika dilihat, Pancasila yang ada di Indonesia merangkum dan meramu nilai-nilai agama yang ada di Indonesia.
"Dan agama-agama yang ada di Indonesia rata-rata adalah agama yang penuh dengan kedamaian, yang rahmatan lil alamin, yang bisa hidup saling toleransi di tengah-tengah masyarakat yang beragam," katanya.
Dia menegaskan Pancasila tidak bertentangan dengan agama, justru agama itu memupuk nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila agar bangsa tetap berada dalam nilai-nilai yang luhur.
Lebih lanjut, menurut dia, ketika sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dipimpin oleh Radjiman Widyodiningrat, pertama kalinya yang diminta adalah dasar negara, yakni Pancasila.
Kemudian, dari situlah lanjutnya, Pancasila disepakati oleh para pendiri bangsa untuk menyatukan semua elemen tanpa melihat agama, suku, etnis, keyakinan dan adat istiadatnya.
"Ini semua tidak menegasi atau aktor tertentu, dan tidak mengabaikan agama tertentu apalagi menginginkan hilangnya komunitas-komunitas tertentu,” ucapnya.
Oleh karena itulah menurutnya, sejak awal konsepsi Pancasila tersebut telah dirumuskan mencakup di dimensi Ketuhanan.
"Sehingga ketika beliau (Bung Karno) menyatakan bagaimana kita bertuhan, harapan beliau tentunya tidak hanya manusia saja yang harus bertuhan, tetapi negara pun seyogyanya bertuhan," kata dia.
Hal ini maksudnya kata Hariyono, bukan pula negara itu menganut agama, tetapi negara sebagai pelaksana pemerintahan dengan kebijakan negara memperhatikan nilai-nilai Ketuhanan.
"Jadi maksudnya itu, sekali lagi, jangan dilihat bahwa ketika Bung Karno menyatakan tidak hanya rakyat Indonesia yang harus bertuhan, tetapi negara pun itu juga harus bertuhan. Apa konsekwensinya? Bahwa agama bukan musuh Pancasila,” ujar mantan Wakil Rektor I bidang Akademik Universitas Negeri Malang (UM) itu.
Karena Indonesia bukan negara agama dan menghargai nilai-nilai agama yang ada, maka kata dia, kitab suci pun tidak boleh dipertentangkan dengan konstitusi.
Hal ini menurut Hariyono, terlihat ketika Bung Karno berpidato pada 5 Juni 1958 dalam rangka memperingati hari kelahiran Pancasila yang menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh disamakan dengan agama.
"Tetapi juga Pancasila tidak boleh dipertentangkan dengan agama, untuk itu kitab suci dan konstitusi bisa hidup bersama dan saling mengisi di bumi Indonesia yang kita banggakan," kata dia.
Untuk itulah, dirinya meminta kepada seluruh komponen bangsa agar memperkuat relasi harmoni antara agama dan Pancasila sebagai upaya menolak tegas kelompok yang mempertentangkan keduanya, hal ini tentunya demi menjaga persatuan dan peradaban bangsa agar tidak terpecah belah.
"Sekali lagi saya katakan Pancasila jangan dipertentangkan dengan agama. Namun disisi lain juga Pancasila jangan diidentikkan dengan agama,” ujarnya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...