BPIP: Pancasila Mesti Ditafsirkan Menurut Pendiri Bangsa
BANYUWANGI, SATUHARAPAN.COM - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Hariyono mengingatkan bahwa Pancasila harus ditafsirkan menurut para pendiri bangsa Indonesia.
"Mari kita tafsirkan Pancasila bukan sekadar menurut kita, tetapi menurut para pendiri bangsa sehingga yang utama Pancasila adalah sebagai dasar negara," kata Hariyono dalam acara Sosialisasi Pancasila "Peran Forum Kerukunan Umat Beragama dan Forum Pembaruan Kebangsaan dalam Membina Ideologi Pancasila", di Banyuwangi, Sabtu (30/11).
Sebagai sebuah dasar negara, lanjut dia, Pancasila mengatur tata kelola negara dan juga tata kelola pemerintahan.
"Jangan rakyatnya disuruh Pancasilais, tetapi pejabat dan para aparat negaranya tidak Pancasilais," kata dia lagi.
Karena itu, kata dia, Pancasila juga harus diposisikan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
"Pancasila sebagai sebuah dasar negara harus diposisikan sebagai sumber dari segala sumber hukum, sehingga peraturan regulasi yang bertentangan dengan Pancasila seyogianya harus mulai kita tinggalkan," ujar Hariyono.
Lebih lanjut, ia pun mengatakan bahwa proklamator Indonesia Soekarno dan Moh Hatta menyebut demokrasi Indonesia tidak boleh meniru demokrasi Amerika Serikat maupun Prancis.
Bahkan, kata dia, Hatta dalam salah satu risalah ketika mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia pada 1932 membuat tiga alternatif yang disebut dengan kebangsaan.
"Menurut Hatta, kebangsaan yang dikendalikan oleh para ningrat, yaitu monarki itu bukan kebangsaan yang diinginkan oleh bangsa Indonesia dan juga bukan kebangsaan yang dikendalikan oleh pemilik finansial, yaitu pemilik uang, pengusaha, karena itu adalah negara kapitalis," ujar Hariyono.
Ia menegaskan kebangsaan di Indonesia adalah kebangsaan yang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai soko gurunya.
"Kebangsaan yang menempatkan kedaulatan rakyat itu sebagi soko gurunya, sehingga daulat raja harus diubah menjadi daulat rakyat," kata Hariyono.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa perbuatan korupsi bertentangan dengan Pancasila.
"Kalau masih ada pejabat yang korupsi sementara dia selalu ngomong Pancasila, padahal korupsi jelas bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa karena tidak ada Tuhan yang menyuruh umatnya untuk korupsi, mengambil hak yang bukan haknya dan dia pasti melanggar kemanusiaan dan mengganggu persatuan apalagi dengan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," katanya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...