BPK: Opini Laporan Keuangan DKI 2013 Menurun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013.
Penilaian tersebut mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan penilaian yang diperoleh selama dua tahun sebelumnya, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dua tahun sebelumnya mendapat opini WTP dengan paragraf penjelas. Namun, untuk laporan keuangan Tahun Anggaran (TA) 2013 menurun jadi WDP, kata Anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna Istimewa di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
Menurut dia, WDP merupakan opini peringkat kedua dari empat opini yang dikeluarkan BPK terhadap hasil pemeriksaan laporan keuangan daerah setiap tahun. Sedangkan, opini tertinggi BPK adalah WTP.
“Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI TA 2013 terdiri dari tiga bagian. Pemeriksaan itu menggunakan metode Risk Based Audit dengan dilandasi integritas, independensi dan profesionalisme,” ujar Agung.
Dia menuturkan ketiga bagian tersebut, antara lain LHP atas Laporan Keuangan Pemprov DKI TA 2013, LHP atas sistem pengendalian intern dan LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, dia memaparkan penurunan opini tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, realisasi belanja melalui mekanisme uang persediaan melewati mekanisme uang persediaan melewati batas yang ditentukan, yaitu 15 Desember 2013.
“Realisasi belanja yang tidak didukung dengan bukti pertanggung jawaban lengkap ditemukan berindikasi kerugian senilai Rp 59,23 miliar. Kerugian itu ditemukan pada biaya pengendalian teknis kegiatan, kegiatan penataan jalan kampung dan Belanja Operasional Pendidikan (BOP),” tutur Agung.
Penyebab kedua, dia mengungkapkan, yakni pelaksanaan sensus terhadap aset tetap dan aset lainnya belum memadai, karena tidak dilakukan inventarisasi atas seluruh aset dan kertas kerja koreksi sensus tidak memadai.
“Selain itu, aset yang belum selesai disensus juga tidak didukung dengan perincian. Sehingga, nilai aset tetap dan aset lain yang merupakan hasil sensus tidak dapat diyakini kewajarannya,” ungkap Agung. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...