BPK Penabur 67 Tahun: Tantangan di Daerah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Keberadaan sekolah gratis menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah-sekolah Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, termasuk di daerah, seperti di Indramayu (di dalam berbagai dokumen dan situs web resmi Badan Pendidikan Kristen Penabur, kata “Penabur” dituliskan dengan “PENABUR”, memakai huruf kapital, berkaitan dengan hak cipta, Red).
BPK Penabur Indramayu menghasilkan siswa-siswa berprestasi sejak berdiri 1 Agustus 1960. Mengutip dari buku Sejarah dan Perkembangan BPK Penabur 1950-2010, SDK Penabur Indramayu contohnya, mencatatkan prestasi menonjol seperti siswa teladan, prestasi di bidang olahraga dan seni, olimpiade IPA, melukis, menari, calistung, di tingkat kabupaten ataupun Provinsi Jawa Barat.
SMPK Penabur Indramayu, contoh lain, meraih gelar Juara I Lomba Cipta Lagu untuk Siswa SMP/MTs Tingkat Provinsi Jawa Barat pada 2009. Untuk mencapai visi dan misi yang dicanangkan, BPK Penabur Indramayu mengemasnya dalam kegiatan intra dan ekstrakulikuler. Kegiatan ekstrakulikuler di antaranya Robotik, English Club, Math & Science Club, Basket, Futsal, Modern Dance, Melukis Manga, Karate, Catur, Ensambel, dan Pramuka.
Tetapi, kenyataan itu tidak lantas membuat orang menyekolahkan anaknya ke BPK Penabur. Bagi sekolah-sekolah swasta daerah, seperti Indramayu, juga Jatibarang, untuk menyebut contoh, keberadaan sekolah gratis dari pemerintah, sangat berpengaruh terhadap penerimaan siswa, seperti dikemukakan Prajitno, Ketua BPK Penabur Indramayu periode 2006-2010, dalam buku Sejarah dan Perkembangan BPK Penabur 1950-2010. Walaupun berbagai kegiatan promosi dilakukan, seperti try out untuk siswa SD, lomba melukis untuk TK se-Indramayu, ternyata tidak kemudian menambah jumlah siswa baru.
Ketua BPK Penabur Ir Robert Robianto, dalam percakapan dengan satuharapan.com pada 20 Juni lalu, juga mengakui BPK Penabur mengalami stagnasi pertumbuhan. “Saya berkesimpulan pemerintah sudah mulai sadar bahwa pendidikan itu penting. Mereka memulai dengan program pendidikan gratis 9 tahun, bantuan operasional sekolah (BOS), tunjangan profesi untuk guru-guru misalnya. Artinya, pemerintah mulai mampu menyediakan pendidikan,” katanya.
Berkaitan dengan hal itu, Robert Robianto sempat mengemukakan kepada pemangku kepentingan untuk tidak melupakan pendidikan swasta. Jika melihat sistem pendidikan di Amerika, misalnya, ada pendidikan gratis yang disediakan pemerintah, namun juga ada private school. “Ada pendidikan yang harus free, dan ada pendidikan yang orangtua memang mau membayar dengan segala alasan, karena ciri khas sekolah itu, karena sekolah itu asal sekolah orangtua, karena ikatan emosional, misalnya,” Robert menjelaskan.
Namun, walaupun ada stagnasi pertumbuhan, Robert tetap optimistis, orangtua akan dapat melihat apa yang diberikan sekolah-sekolah swasta seperti BPK Penabur. Di dalam menghadapi persoalan-persoalan kebangsaan yang mengemuka belakangan ini, yang berujung pada peristiwa perundungan, untuk menyebut contoh, menyebabkan banyak orangtua yang sadar, mengembalikan anaknya ke Penabur.
Robert juga menyinggung pertemuannya dengan Menteri Pendidikan, yang memberikan sinyal BPK Penabur membuat kurikulum sendiri.
“Keluhan yang disampaikan orangtua, murid membawa buku terlalu banyak. Itu karena memang disyaratkan kurikulum.Tetapi, kalau kita bisa membuat kurikulum yang sesuai kebutuhan, akan membuat fleksibilitas, untuk membuat kurikulum akan lebih efisien,” Robert menjelaskan.
Perubahan kurikulum memang merupakan salah satu strategi, seperti dapat dibaca di buku Sejarah dan Perkembangan BPK Penabur 1950-2010. Hal itu bukan hanya untuk memoles sekolah, tetapi untuk berubah lebih baik, sehingga brand image sekolah meningkat seiring penerimaan masyarakat yang meningkat.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...