BPS Katakan Indonesia Masuk Golongan Antikorupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Dr Suhariyanto memaparkan, Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) Indonesia pada 2018 adalah 3,66, sehingga Indonesia masuk dalam golongan antikorupsi dari skala 0 hingga 5.
"Kita lihat 3,66 itu termasuk pada golongan ketiga, masuk pada golongan antikorupsi, tapi belum pada golongan sangat antikorupsi. Kita harus mendidik agar menjadi sangat antikorupsi," kata Suhariyanto di Jakarta, Senin (17/9).
Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sebaliknya nilai IPAK yang semakin mendekati 0 menunjukkan masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Suharyanto menyampaikan, dari skala tersebut, BPS membaginya dalam tiga golongan, yakni angka 0-1,25 artinya sangat permisif atau tidak peduli terjadi korupsi, kemudian angka 1,26-3,5 masuk golongan permisif, dan 3,6-5 merupakan golongan antikoruptif.
Jika dibandingkan tahun lalu, IPAK turun tipis, di mana IPAK 2017 mencapai angka 3,71.
Diketahui, IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu persepsi dan pengalaman.
Pada 2018, nilai indeks persepsi sebesar 3,86, meningkat 0,05 poin dibandingkan indeks persepsi tahun 2017 yakni 3,81. Sebaliknya, indeks pengalaman 2018 turun sebesar 0,03 poin dari 3,57 dibanding indeks pengalaman tahun 2017 sebesar 3,60.
Pada 2018, IPAK masyarakat perkotaan lebih tinggi yakni 3,81 dibanding masyarakat perdesaan 3,47.
"Semakin tinggi pendidikan, masyarakat cenderung semakin antikorupsi. Pada 2018, IPAK masyarakat berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,53, SLTA sebesar 3,94, dan di atas SLTA sebesar 4,02," kata Suhariyanto.
Ia menambahkan, masyarakat berusia 60 tahun atau lebih paling permisif dibanding kelompok usia lain. Tahun 2018, IPAK masyarakat berusia 40 tahun ke bawah sebesar 3,65, usia 40-59 tahun sebesar 3,70, dan usia 60 tahun atau lebih sebesar 3,56.
Menurut Suhariyanto, Survei Perilaku Anti-Korupsi (SPAK) ini telah dilaksanakan setiap tahun sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2018, kecuali tahun 2016. Untuk tahun 2018, SPAK dilaksanakan di 34 provinsi dengan jumlah sampel sebesar 9.919 rumah tangga.
“Oleh karena itu, analisis mengenai perilaku antikorupsi hanya dapat dilakukan sampai level nasional,” kata Suhariyanto.
Ia menambahkan, SPAK bertujuan untuk mengukur tingkat permisivitas masyarakat terhadap perilaku antikorupsi dengan menggunakan Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK).
Diakui Kepala BPS itu, survei ini hanya mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi skala kecil (petty corruption), dan tidak mencakup korupsi skala besar (grand corruption).
Adapun data yang dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme (nepotism). (Antaranews.com/setkab.go.id)
Editor : Sotyati
Lima Pimpinan Baru KPK Jalani Proses Induksi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 hari i...