Brahimi: Konferensi Jenewa Tak Bisa Tanpa Oposisi Suriah
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM – Utusan PBB - Liga Arab, Lakhdar Brahimi mengatakan bahwa konferensi perdamaian Jenewa yang diusulkan untuk mengakhiri perang di Suriah tidak bisa diadakan tanpa partisipasi dari oposisi.
"Jika oposisi tidak berpartisipasi tidak akan ada konferensi Jenewa," kata Brahimi dalam sebuah konferensi pers di Damaskus, Jumat (1/11) sebelum dia kembali ke Beirut. Kunjungannya itu sebagai bagian dari tur regional untuk mencoba menggalang dukungan bagi inisiatif perdamaian yang didukung oleh Amerika Serikat dan Rusia.
"Keikutsertaan oposisi sangat penting, perlu dan penting," kata veteran diplomat Aljazairitu. Dia menambahkan bahwa konferensi yang diusulkan adalah sebuah konferensi untuk Suriah dan bukan untuk masyarakat internasional.
Pihak oposisi Suriah sendiri terbelah atas kelompok-kelompok yang akan menghadiri Konferensi Jenewa dan yang menolak hadir. Konferensi itu pertama kali diusulkan oleh Rusia dan Amerika Serikat pada Mei lalu, dan konferensi ini adalah yang kedua kali.
"Pihak oposisi, apakah Koalisi Nasional atau orang lain, mencoba untuk menemukan cara untuk menentukan siapa yang mewakili," kata Brahimi, mengacu pada blok oposisi utama.
Syarat Pembicaraan
Sementara itu, pihak pemberontak dan oposisi politik masih mempertahankan sikap dengan mengatakan bahwa negosiasi harus didasarkan pada diakhirinya kekuasaan Presiden Bashar Al-Assad.
Koalisi, yang didukung Barat dan Arab didesak untuk menghadiri pertemuan Jenewa yang akan diselenggarakan pada 9 November mendatang, dan memutuskan akan berpartisipasi.
Namun demikian, pihak pemerintah Suriah, sementara ini mengatakan bahwa tidak akan membicarakan perdamaian dengan oposisi bersenjata. Hal ini membuat makin sulit kemungkinan pembicaraan damai berlangsung.
AS , Rusia dan utusan PBB akan bertemu di Jenewa pada hari Selasa mendatang sebagai bagian dari persiapan untuk melakukan pembicaraan damai tersebut. Rusia berharap konferensi akan diadakan sebelum akhir tahun ini, sebagaimana dikatakan Perdana Menteri, Dmitry Medvedev, Kamis (31/10).
Di mengimbau kedua pihak dalam perang sipil Suriah untuk kompromi dan mengkritik oposisi untuk menuntut jaminan pencopotan Al-Assad sebagai syarat untuk pembicaraan.
"Ini adalah proses yang sulit dan setiap orang harus berkompromi, tentu saja termasuk para pemimpin oposisi dan pemerintah Suriah," kata dia.
Rusia adalah pendukung Al-Assad paling kuat selama konflik lebih dari dua tahun dengan memberikan bantuan senjata, memblokirdengan vetot tiga resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Suriah, dan menekan untuk pembicaraan damai.
Pemberontakan di Suriah dimulai dengan protes pada Maret 2011 dan secara bertahap berubah menjadi perang sipil yang menurut data PBB sudah merenggut lebih dari 100.000 jiwa, dan mengakibatkan lebih dari empat juta warga mengungsi di negara tetangga. (aljazeera.com)
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...