BRTI: Regulasi IMEI dapat Blokir Ponsel Lewat Operator
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo menghargai usulan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia mengenai investasi mesin Equipment Identity Register (EIR) untuk regulasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) agar tidak dibebankan kepada operator seluler.
"Mekanisme untuk blokir tidak harus pakai mesin EIR," kata Agung kepada media di Jakarta, Kamis (3/10).
Agung menyatakan mekanisme pemblokiran IMEI yang akan masuk dalam daftar hitam berdasarkan regulasi itu belum diatur.
Jika perangkat diblokir melalui sistem EIR, lanjut Agung, maka perangkat keras akan terdampak. Blokir dengan EIR berarti perangkat sama sekali tidak dapat digunakan di mana pun.
Sementara jika blokir lewat operator, IMEI tersebut tidak dapat digunakan dengan operator seluler di mana pun di dalam negeri.
"Jika ingin ponsel tidak bisa dipakai di Indonesia, maka (blokir) lewat operator selesai," kata Agung.
Agung menilai operator seluler belum perlu berinvestasi untuk mesin EIR dalam waktu dekat.
Sistem Registrasi IMEI Aman
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia meyakinkan sistem yang digunakan untuk regulasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) aman karena memiliki mekanisme yang jelas dan dilindungi enkripsi.
"IMEI hampir tidak bisa untuk melacak balik ke kita (konsumen), tidak bisa untuk identifikasi orang," kata Komisioner BRTI Agung Harsoyo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Pencatatan IMEI itu akan disertai dengan sejumlah data pendukung agar menghasilkan data yang unik, misalnya Mobile Station International Subscriber Directory Number (MSISDN) alias nomor ponsel.
Data pendamping tersebut berasal dari operator seluler dan dilindungi dengan enkripsi sehingga hanya pemilik data yang dapat membuka data tersebut.
Operator seluler secara berkala akan memperbarui data tersebut dan mengirimnya ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina). Sibina akan mendapatkan beberapa input, antara lain yaitu tanda pendaftaran produk (TPP) impor, TPP produksi, data GSMA mengenai IMEI yang valid serta input DUMP dari operator.
Dari berbagai input yang diperlukan tersebut, satu-satunya yang berasal dari luar adalah GSMA untuk mendapatkan basis data IMEI. Agung menjelaskan sambungan tersebut memakai VPN, bukan jalur publik sehingga tidak akan kena serangan DDoS.
"DDoS itu untuk yang terhubung dengan publik. Jadi, saya yakin tidak bisa (kena serangan)," kata Agung.
Regulasi IMEI melibatkan tiga kementerian yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Kemenperin memegang basis data IMEI termasuk Sibina.
Agung meyakinkan divisi Kemenperin yang mengurus IMEI sudah tersertifikasi ISO 27000, akreditasi tentang sistem keamanan.
Sertifikasi tersebut, lanjut Agung, menjamin data berada di jaringan yang aman dan dioperasikan dengan mekanisme yang aman.
Namun, BRTI belum dapat memberikan informasi kapan aturan tentang sistem registrasi IMEI itu akan disahkan. (ANTARA)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...