Budayawan Radhar Panca Dahana Meninggal Dunia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Budayawan sekaligus sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia, Kamis (22/4/2021).
"Telah berpulang malam ini pk. 20.00 WIB adik saya tercinta Radhar Panca Dahana di UGD RS Cipto Mangunkusumo," kata Radhar Tribaskoro melalui pesan berantai yang diterima wartawan, Kamis (22/4).
Radhar Panca Dahana meninggal dunia di ruang IGD RSCM. Rencananya jenazah akan dibawa ke rumah duka di Pamulang, Tangerang Selatan.
"Mohon maaf atas semua kesalahan dan dosanya. Mohon doa agar ia mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aaminn YRA" ujar Tribaskoro.
Kabar duka tersebut juga dikonfirmasi oleh anggota Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) Noorca Massardi.
Radhar diketahui merupakan pimpinan Forum Seniman Peduli TIM.
"Innalillahi wainaillaihi roji’un, semoga amal ibadah almarhum Radhar Panca Dahana diterima Allah SWT amin," ujar Noorca, Kamis malam.
Noorca mengatakan, Radhar Panca sudah lama memiliki penyakit gagal ginjal.
Akibat penyakitnya, Radhar Panca harus berulang kali cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
"Sudah berpuluh tahun gagal ginjal dan seminggu tiga kali cuci darah di RSCM," ujar Noorca kepada media.
Kenangan bersama Radhar Panca Dahana dalam diskusi dengan Redaksi Satuharapan.com
Pada tahun 2015, Budayawan Radhar Panca Dahana mengunjungi kantor redaksi satuharapan.com diskusikan pemuda dan budaya, hari Rabu (21/10/2015) yang saat itu berada di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur.
Radhar hadir dalam rangka memberikan “wejangan” terkait dengan isu pemuda dan budaya menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober mendatang.
Diskusi yang digelar sekitar pukul 10.38 WIB diikuti oleh Direktur Utama PT Sinar Kasih, bersama dengan dewan redaksi Stenley R. Rambitan dan redaksi satuharapan.com dengan tema pemuda menjawab tantangan dalam kehidupan sekarang ini.
Dalam kesempatannya Radhar bercerita mengenai fenomena tentang bergesernya budaya leluhur dengan budaya virtual. Kondisi ini menciptakan pemuda dan anak-anak era sekarang menjadi lebih banyak menurut oleh dunianya baik dari dunia maya, games dan sebagainya, ketimbang dari orang tuanya.
“Orangtua dihadapkan dengan zaman dimana orang tua tidak dapat membendung anak-anaknya terhadap dunia realita”, katanya.
Sebagai contoh, anak-anak jika memang belum waktunya menggunakan handphone, atau gadget, serta motor ya jangan diberikan, meski kadang didorong karena rasa kasihan terhadap anak, namun sebenarnya itu hanya mengasihani dirinya sendiri.
Nilai-nilai kultur budaya leluhur yang tertanam di dalam diri pemuda saat ini kian luntur. Walau sudah tertanam sejak lahir, namun tidak digunakan dan tidak diapresiasikan dengan baik. Itu kenapa saat ini kita lebih mengenal dengan budaya Jepang, Korea, Eropa dan lainnya sementara budaya asli kita malah sedikit demi sedikit pudar.
Radhar mengatakan empat hal penting di antaranya nilai, normal, moral, etika dan estetika menjadi bekal bagi diri kita untuk bisa berbenah, dan menyikapi persoalan secara komprehensif.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...