Buku: Kisah Perjuangan Indah Dokter PTT di Pedalaman Papua
SATUHARAPAN.COM – Seorang dokter perempuan memutuskan mengabdi PTT (pegawai tidak tetap) --hal yang kini tidak populer-- dan memilih wilayah Pegunungan Tengah Papua sebagai tempat ia melayani. Kisahnya yang unik ini, ia tuangkan di buku: Kembali ke Timur.
Indah Permata, dokter lulusan Universitas Kristen Indonesia mendapat visi tentang ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan di Papua sudah muncul bahkan sejak sebelum ia kuliah. Ia tuliskan “... Sebagai warga yang sama dalam satu negara Republik Indonesia, saya merasa heran, mengapa saudara-saudara di Papua tidak mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang sama. Saya mulai berempati dan timbul niat dan dorongan untuk sekali waktu dapat berkunjung ke sana, bahkan tinggal dan menetap di sana ...” (hlm. 2).
Namun, keinginan mulianya itu tidak mudah terwujud. Ia berencana selepas menyelesaikan pendidikan, ia akan mengambil PTT di Papua. Rencananya itu tentu saja ditentang keluarga dan teman-temannya. “... terlalu jauh dan masih banyak pekerjaan di Jakarta ...” (hlm 9.) menjadi alasan untuk menahan Indah ikut PTT.
Tantangan muncul juga dari proses mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kesehatan. Entah karena apa dua kali Indah mendaftar, ia gagal. Akhirnya dengan pertolongan teman sesama dokter yang bertugas di Papua, Indah mendapat jalan ke Papua. Ia ditempatkan di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Dan petualangan pun dimulai.
Setiba di sana, jemaat GKJ Jakarta ini menghadapi kenyataan bahwa sebagian besar anak-anak mengidap kurang gizi, ... saya prihatin melihat catatan di Kartu Menuju Sehat (KMS) masih ada bayi berada di Bawah Garis Merah (BGM) alias kurang gizi (hlm 92).
Penyuluhan #PHBS #kembaliketimur #curhatdrptt #infoindotimur #bukukembaliketimur Bab Penyuluhan Serba Ada pic.twitter.com/yzXe0n7lkJ
— KembaliKeTimur (@kembaliketimurr) March 11, 2016
Dengan kondisi seadanya ia berusaha mencarikan cara agar anak-anak itu dan ibunya (yang masih menyusui) mendapatkan protein yang cukup. Sumber-sumber protein di daerah itu sangat mahal. Tidak terjangkau oleh masyarakat kebanyakan.
Kebiasaannya berkisah di media sosial ternyata menolong. Informasi bahwa anak-anak di Lanny Jaya kekurangan gizi terdengar oleh Glenn Fredly. Glenn yang sangat peduli dengan Indonesia Timur mengirim bantuan bahan makanan berprotein dan susu. Dan, dr Indah pun menyiapkan data bayi-bayi BGM untuk mendapatkan tambahan asupan protein untuk mereka.
Indah juga berkampanye di daerah itu mendorong orang-orang makan protein. Selama ini mereka hanya makan ubi rebus dan sayur. Hanya karbohidrat dan serat. Melihat kenyataan bahwa protein sulit didapat—daging babi, ikan hanya tersedia saat acara-acara adat atau pesta—ia mencari informasi barang apa saja yang dijual di pasar. Ternyata telur ayam dan tahu cukup mudah didapat. Ia menamakan usahanya memperkenalkan asupan protein ini dengan sebutan “kampanye tahu telur”.
Salah satu hal yang paling kronis di Papua terkait dengan kesehatan adalah wabah HIV/AIDS. Tradisi “Tukar Gelang” adalah salah satu penyebabnya. Tradisi setempat yang awalnya digunakan sebagai sarana untuk mencari pasangan perkawinan, diselewengkan menjadi ajang berhubungan seks secara bebas.
Penyakit AIDS—di kalangan warga disebut “penyakit tunggu waktu”—menjadi momok. Sebab, obat anti retro viral (ARV) tidak tersedia. Juga, kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi sangat rendah. Juga, pemuka agama yang menganggap alat kontrasepsi sebagai pelegalan terhadap perzinaan adalah hambatan.
Indah dalam salah satu kampanye penggunaan alat kontrasepsi pernah menghadapi pertanyaan pemuka agama. “...Mengapa dokter beri kondom kepada kami? Apa dokter menyuruh kami berzina?” Ia menjawab—setelah berdoa dalam hati supaya dapat bijak menjawab—“Minta maaf Bapak. Saya punya agama juga sama seperti yang bapak yakini. Saya juga mengerti berzina itu berdosa. Tetapi, dari segi kesehatan, manfaat kondom itu banyak. Selain mencegah penularan HIV, kondom juga bisa sebagai pencegah kehamilan yang tidak diinginkan” (hlm. 174).
Ia melanjutkan, “Bahkan kami lebih berdosa bila tidak memberi informasi bahwa satu kondom ini bisa menyelamatkan satu nyawa bagi yang menggunakannya karena terhindar dari penyakit berbahaya. Sekali lagi Bapak, saya tidak menyarankan kondom digunakan secara sembarangan. Tetapi, inilah tugas kami sebagai petugas kesehatan. Tidak berhubungan badan akan lebih baik, tetapi bila berhubungan badan sembarang wajib pakai kondom. Saya punya data lengkap siapa saja yang sudah terinfeksi virus ini. Jadi, virus ini nyata, ada di sekitar kita dan siap menyerang kita. Tugas kita adalah mencegah penularan penyakit ini lebih lanjut. Begitu Bapak” (hlm. 175).
Pemuka agama tadi menjawab, “... terima kasih atas penjelasannya.”
Buku ini dilengkapi foto-foto pelayanan dr Indah di Papua. Foto full color ini menolong pembaca memahami lebih jelas tentang perjuangan dr Indah dari 2010-2013 ini.
Judul: Kembali ke Timur: Catatan Seorang Dokter PTT di Pegunungan Tengah Papua
Penulis: dr Indah Permata
Tebal: xxiv + 308
Penerbit: Tollelegi
Cetakan 1: Maret 2016
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...