Buku Kumpulan Puisi: Kuburlah Kami Hidup-hidup
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Buku Kuburlah Kami Hidup-hidup yang berisi kumpulan puisi esai karya Anick HT lahir dari keprihatinan penulis akan ketidakadilan yang dialami oleh kelompok minoritas di Nusantara.
Buku itu resmi diluncurkan pada Minggu (16/2) pukul 18.00 WIB di Pisa Kafe Mahakam, Jakarta Selatan.
Pegiat advokasi isu pluralisme dan kebebasan beragama itu menahbiskan dirinya sebagai penyebar keresahan di hati manusia Indonesia, yakni keresahan atas berbagai peristiwa di Bumi Pertiwi yang terus menoreh luka di hati kelompok minoritas.
Kita harus resah ketika para pendiri negara ini berpanjang lebar kata dan akhirnya menentukan pilihan untuk memilih berdiri di atas negara yang memosisikan semua warganya secara setara, sementara di depan mata kita saat ini terpampang ketimpangan perlakuan terhadap warganya, hanya karena berbeda keyakinan, tulis Anick dalam pengantarnya.
Monolog dan Musikalisasi Puisi
Kelima puisi esai yang berkisah tentang diskriminasi yang dialami kelompok minoritas itu dipentaskan melalui monolog dan musikalisasi puisi dalam acara peluncuran buku.
Pencahayaan yang temaram serta tayangan multimedia mengenai berbagai kekerasan yang terjadi menambah sendu kisah yang dibawakan para monolog yang juga tampil secara misterius dengan kostum bernuansa hitam dan berbalut kain etnik.
Musik latar dan musikalisasi puisi yang dibawakan dengan biola, cello, gitar, perkusi, dan seruling bambu pun membantu hadirin masuk ke suasana duka.
Tak jarang hadirin yang bergidik saat melihat tayangan multimedia. Tak sedikit pula yang memejamkan mata seraya mengangguk perlahan ketika mendengarkan puisi dan monolog yang dibawakan.
Kuburlah Kami Hidup-hidup: Sebuah Proses Memperjuangkan Peradaban
Dalam sambutan acara peluncuran bukunya itu, Anick mengatakan penulisan seluruh puisi esai adalah berdasarkan hasil pengamatannya atas tindak kekerasan dan diskriminasi yang terjadi selama 8-10 tahun.
Proses itu digambarkannya sebagai proses panjang yang sulit.
Perjalanan yang berdarah-darah, berkeringat, cukup melelahkan dan kadang-kadang kita sampai di keputusasaan. Apa pun caranya sudah kita lakukan, siapa pun kita tembus, bahkan orang yang tidak terpikir sekali pun. Apa pun tiba-tiba terpikirkan, jelas Anick.
Ia menyampaikan niatnya melalui buku ini, yaitu untuk memberikan kontribusi terhadap peradaban bangsa Indonesia.
Dalam penutup, Anick turut menyampaikan keprihatinannya akan peradaban Indonesia.
Saya yakin, setidaknya jika kita tidak bergerak, kita tidak peduli pada isu-isu semacam ini, keberpihakan kita kepada kaum minoritas yang terpinggirkan, dikucilkan, dipersekusi, didiskriminasi seperti ini maka peradaban ini tidak akan maju, minimal stagnan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...