BUKU: Menjadi Saudara dalam Kesendirian
SATUHARAPAN.COM - Karena keterbatasan dana, saya selalu memanfaatkan pameran untuk membeli buku. Meski banyak buku yang menarik dipajang, hanya satu buku yang mungkin saya bisa beli. Biasanya saya menelusuri stan demi stan hanya untuk mencari satu buku pilihan. Jika ada dua atau tiga buku yang menarik, saya terpaksa harus menanti pameran berikutnya untuk membeli (syukur-syukur diskonnya tambah).
Buku yang saya cari adalah buku yang benar-benar ingin saya baca habis untuk memuaskan dahaga rohani. Buku yang memberi pegangan saat saya hampir tenggelam dalam rawa kegelisahan. Ini hampir-hampir tak mungkin dipilihkan orang lain. Memang ada beberapa penulis favorit saya, tetapi itu bukan jaminan bahwa buku berikutnya klop dengan kebutuhan saya. Hanya beberapa buku saja yang berhasil berikat batin dengan kehidupan saya.
Mungkin alasan itulah yang membuat sikap saya terhadap beberapa buku tertentu malah terkesan boros dengan membelikan untuk orang lain tanpa menunggu pameran berikutnya. Kadang justru buku itu saya relakan hilang—dipinjamkan tanpa jaminan kembali. Pada saat itu kecintaan saya terhadap buku itu kalah dengan kerinduan saya agar orang lain juga diubahkannya.
Saya mencintai buku karena dia bersedia menjadi saudara dalam kesendirian. Hati dan pikiran yang senantiasa bergumul ini sering mendapatkan ”kawan bicara” dari sebuah buku. Lagi pula, buku memang tidak pernah menasihati, apalagi menggurui. Dia hanya bersikap sebagai penolong kita untuk bercakap-cakap dengan diri sendiri. Dan memang itu gunanya seorang saudara bukan?
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...