Buku Selamat Berpadu: Memandang Perbedaan Secara Beda
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kita menyadari bahwa perbedaan itu ada, namun sering secara sadar atau tak sengaja, kita menjadi pihak yang menyangkal perbedaan itu sendiri. Melalui buku Selamat Berpadu, penulis Andar Ismail menuangkan alternatif bagaimana kita bisa bersikap bijaksana dalam kehidupan keseharian kita yang pada dasarnya sudah heterogen.
Buku ke-25 dari Seri Selamat itu merupakan buku Pendidikan Agama Kristen (PAK) sekaligus buku renungan yang dibuat dalam konsep bacaan populer, sehingga kita tidak menyadari bahwa ketika membacanya, kita sebenarnya belajar melihat masalah hidup dengan lebih dewasa dan bijaksana.
Terlebih, kita hidup di negeri yang sangat heterogen. Beda etnik atau suku, beda orientasi seksual, beda gender, beda karakter, beda kecerdasan, beda minat, bahkan dari enam agama yang diakui pemerintah, faktanya ada lebih banyak kepercayaan dalam masyarakat Indonesia, atau banyak juga yang tidak beragama. Perbedaan itu justru sering menjadi hal yang terlalu dibesar-besarkan, seperti diungkapkan di sampul belakang dari buku.
Menjadi Pemimpin Bijaksana
Dalam ketidakpastian perpolitikan, di mana masyarakat cenderung skeptis bahkan apatis terhadap pemimpin negara, dari sudut pandang kekristenannya, Andar mengajak kita tetap percaya bahwa Tuhan masih berkarya di tengah krisis kepercayaan kita. Misalnya dengan kemunculan tokoh Ahok (Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama) pada bab 23 dengan judul “Supaya Ahok Tetap Beda”.
Dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta itu menyebut Ahok sebagai pejabat Kristen yang jujur dan berbeda dari yang lainnya. Kita seharusnya mendoakan supaya kehadiran dia dalam politik sungguh melaksanakan ajaran Kristus. Serta harapannya semakin banyaknya Ahok-Ahok yang lain untuk menjadi pemimpin bangsa.
Bicara kepemimpinan, Andar juga menyinggung bagaimana seorang pemimpin perempuan seharusnya bersikap. Pemimpin tidak perlu seorang yang bersuara lantang, suka membantah, otoriter, galak, dan sikap lainnya yang mencirikan maskulinitas sekalipun dia perempuan. Dalam memimpin, justru pendekatan feminin yang paling tepat untuk menyentuh hati seseorang.
Andar mengutip bacaan Kitab 1 Samuel 25:24 sebagai bahan renungan kita. Dikisahkan ketika Abigail bersujud meminta maaf kepada Daud yang hendak membakar peternakan miliknya beserta ratusan pekerjanya hendak dibantai. Pada akhirnya hati Daud tersentuh dengan permintaan maaf itu. Maka, baik lelaki maupun perempuan perlu mampu bersikap feminin ketika ia memimpin, karena pendekatan feminin dianggap lebih mampu mengatasi konflik.
Bijaksana dalam Hidup Keseharian
Kita seringkali menemukan perbedaan yang malah kita anggap aneh di keluarga, masyarakat, tempat bekerja, atau di gereja, karena posisi strategis kita sebagai orang dewasa memposisikan kita senantiasa terlibat di sana. Andar mencontohkan bagaimana kita seharusnya memandang kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), bahwa kita tidak sekalipun boleh menghakimi sesama.
Rasa benci, iri dan takut, patut menjadi bahan perenungan kita. Andar mengutip kisah Raja Saul dan Daud dari Kitab 1 Samuel. Saul pada awalnya begitu mengasihi Daud sehingga ia mengangkat menjadi kepala prajurit. Seiring waktu, Daud menjadi lebih populer karena prestasinya, sehingga Saul merasa tersaingi, dan akibatnya timbulah kebencian itu. Saul berusaha membunuh Daud, tetapi Daud selalu selamat atas kehendak Allah. Singkat cerita, Saul menjadi musuh Daud seumur hidupnya.
Dari kisah Saul dan Daud itu, hubungan kita dengan seseorang maupun kelompok ada kalanya menjadi surga. Namun mereka juga bisa menjadi neraka, dan kedua sikap tersebut kembali berpulang kepada pribadi kita masing-masing.
Mengutip injil Matius 6, Andar mengkritik mudahnya kita bersumpah atas nama Tuhan Allah. Nama Allah seakan diobral begitu murah hanya supaya kita dianggap sebagai penganut yang taat ibadah. Padahal bersumpah demi nama Tuhan tidak menjamin kita masuk surga. Kalaupun masuk surga mungkin hanya mulutnya doang, kelakar Andar dalam bab 19.
Di akhir tulisannya, Andar menyebut hidup adalah perlombaan. Kita semua bekerja keras hanya untuk mengalahkan impian masa lalu, karena jika tidak, impian itu tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Seperti pernyataan Rasul Paulus yang juga mengibaratkan hidupnya sebagai perlombaan. “Saya sudah mengikuti perlombaan dengan sebaik-baiknya, dan sudah mencapai garis akhir. Saya tetap setia kepada Kristus sampai akhir,” (2 Timotius 4:7).
Menurut Rasul Paulus, kunci keberhasilannya adalah tetap setia kepada Kristus. Namun setia pada Kristus bukan hanya hubungan vertikal kita kepada Allah, melainkan hubungan horizontal kita kepada sesama sebagai inti ajaran Kristus. Maka, buku Selamat Berpadu diharapkan bisa membuat kita semakin berpadu dengan Kristus.
Pemikiran lain Andar Ismail dapat baca di sini:
Andar Ismail: Perpustakaan dan Toko Buku di Gereja, Tingkatkan Minat Baca
Andar Ismail: Buku Harus Murah dan Mudah Dijangkau
Andar Ismail: Orangtua Harus Kritis Terhadap Buku Pelajaran
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...