Butet Manurung Raih Penghargaan Ramon Magsaysay 2014
MANILA, SATUHARAPAN.COM – Saur Marlina "Butet" Manurung (42), yang dikenal melalui “sekolah rimba”-nya, bersama empat individu lain dan sebuah organisasi berasal dari Tiongkok, Afghanistan, Pakistan, dan Filipina, mendapat Penghargaan Ramon Magsaysay 2014. Pemenang penghargaan, seperti dilaporkan AFP, Kamis (31/7), diumumkan Carmencita Abella, Presiden Yayasan Ramon Magsaysay Award Foundation, yang bermarkas di Manila, Filipina.
Butet Manurung dan pemenang lainnya mendapat pengakuan sebagai “mercu suar kemajuan Asia“, karena dedikasi dan kepemimpinan mereka.
”Mereka menciptakan solusi penting pada berbagai masalah yang berakar di dalam masyarakat wilayah masing-masing, masalah-masalah yang paling merusak kehidupan mereka yang terjebak dalam kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan sistem,” kata Carmencita Abella ketika dalam pengumuman penghargaan setara Nobel untuk Asia itu.
Pendidikan menjadi fokus perhatian dalam tradisi penghargaan Ramon Magsaysay tahun ini. Selain Butet Manurung, yang berpredikat antropolog dan pendidik, penghargaan tahun ini juga hinggap di pangkuan pendidik Filipina, Randy Halasan (31), dan lembaga swadaya masyarakat Pakistan yang bergerak dalam bidang pendidikan.
Pemenang dari Tiongkok diwakili wartawan investigasi dan pembela lingkungan. Hu Shuli (61), pemenang utama penghargaan itu, mendirikan Caijing, majalah bisnis yang dikenal karena berbagai laporan investigasi yang berhasil menyeret sejumlah pejabat publik ke pengadilan dan mendorong pelaksanaan reformasi pasar saham.
Dia kemudian meninggalkan Caijing dan mendirikan Kelompok Media Caixin, organisasi multimedia berbasis di Beijing yang melakukan penyelidikan atas penipuan yang dilakukan perusahaan serta korupsi pemerintah. ”Dikagumi rekan-rekannya di Tiongkok dan luar negeri, ia telah mengubah lanskap media Cina,” kata Yayasan Magsaysay tentang Hu. ”Ia adalah contoh jurnalisme yang bekerja di dalam sistem, namun menyisakan jarak kritis yang menjadi kekuatan jurnalismenya.”
Pemenang lain dari Tiongkok, Wang Canfa (55), adalah pembela lingkungan yang mendirikan Pusat Bantuan Hukum bagi Para Korban Polusi. Lembaga itu mengajukan ratusan gugatan untuk menghentikan proyek-proyek yang merusak lingkungan dan mengamankan kompensasi bagi korban.
Direktur National Museum of Afghanistan di Kabul, Omara Khan Masoudi (66), memenangkan penghargaan karena mempertaruhkan nyawanya untuk mengamankan harta karun bersejarah dari para pencuri dan dari perusakan selama rezim Taliban berkuasa.
Butet Manurung mendirikan Sokola Rimba (sekolah rimba) bagi anak-anak Orang Rimba yang tinggal di hutan di wilayah Jambi pada 2003, dan telah memberi manfaat bagi 10.000 anak-anak dan orang dewasa. Melalui akun Twitter-nya, Butet mengaku terkejut mendapatkan penghargaan itu, dan berharap penghargaan itu bisa memberikan manfaat bagi komunitas suku asli secara umum di Indonesia.
Randy Halasan (31), guru dari Filipina, melobi pemerintah untuk mempeluas sekolah bagi anak-anak Matigsalug, penduduk asli yang tinggal di daerah-daerah pedalaman di Mindanao, selatan Filipina. Kedua tokoh itu mendapat pengakuan karena dedikasi dan kepemimpinannya untuk memastikan anak-anak yang terpinggirkan mendapat pendidikan.
Pemenang dari Pakistan adalah lembaga swadaya masyarakat The Citizens Foundation, yang mendapat pengakuan karena menyediakan pendidikan bagi anak-anak perempuan di seluruh negeri.
Pemenang mendapat penghargaan dalam sebuah upacara penghormatan di Manila pada 31 Agustus mendatang dan masing-masing akan menerima hadiah uang tunai 50.000 dolar AS.
Penghargaan Magsaysay didirikan sejak 1957 untuk menghormati kenangan dan kepemimpinan bekas Presiden Filipina Ramon Magsaysay, yang tewas akibat kecelakaan pesawat terbang. (AFP/AP/Rtr)
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...