Cangkring, Bepotensi Penyembuh Cacar Air
SATUHARAPAN.COM – Pohon cangkring, atau disebut juga dadap, mengutip Wikipedia, adalah tumbuhan pohon yang tingginya 10- 20 meter, dicirikan berbatang kayu, berdaun rontok, berwarna keabu- abuan, permukaan kulit kasar, memiliki cabang yang jarang, dan juga memiliki duri tempel.
Cangkring tumbuh di beberapa hutan di Indonesia. Walaupun sudah mulai sulit ditemukan, tumbuhan ini kerap digunakan sebagai pagar hidup dan peneduh, atau untuk pagar hidup pada perbatasan lahan atau tanah pekarangan.
Pohon berduri tajam ini menyimpan manfaat besar untuk manusia. Tumbuhan cangkring dari marga Erythrina, dikutip dari ums.ac.id, secara tradisional biasanya banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati insomnia, malaria, demam, penyakit kelamin, asma, dan sakit gigi. Daunnya digunakan untuk mengobati penyakit gabag, cacar air, frambusia, gatal, pedih, dan bengkak-bengkak.
Tim peneliti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, meneliti terapi komplementer penggunaan daun cangkring sebagai campuran air mandi terhadap pencegahan komplikasi penderita cacar air (Varicella simplex).
Ekstrak kloroform daun cangkring mengandung golongan senyawa flavonoid, fenolik, dan terpenoid. Hasil penelitian tersebut, zat-zat yang terkandung pada daun cangkring mengandung antiseptik yang dapat mendukung proses penyembuhan penyakit cacar air. Daun cangkring dapat menjadi terapi komplementer sebagai campuran air mandi pada penderita cacar air untuk mencegah komplikasi.
Tim peneliti dari Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, meneliti efek sitotoksis fraksi semipolar ekstrak metanolik kulit batang cangkring terhadap sel Hella. Hasil penelitian itu menunjukkan ekstrak etanol daun dan kulit batang cangkring mempunyai aktivitas sitotoksik secara in vitro terhadap sel HeLa dengan IC50. Terbukti ekstrak daun dan kulit batang cangkring bersifat sitotoksik terhadap sel kanker.
Selain itu pemberian ekstrak kulit batang anggota famili Papilionaceae itu juga menghambat laju proliferasi, alias penggandaan sel kanker. Cangkring juga berpotensi menjadi agen kemopreventif.
Agen kemopreventif memiliki kemampuan menghambat dan mencegah perkembangan sel kanker serta memulihkan kondisi kesehatan penderita kanker. Agen kemopreventif relatif aman karena hanya menyerang sel yang sifat proliferatif tinggi atau sel kanker. Sedangkan obat-obat kanker umumnya bekerja dengan cara menyerang langsung DNA sel sehingga sel normal pun terkena dampaknya.
Pemerian Botani Tanaman Cangkring
Menurut Karel Heyne, peneliti botani dari Belanda, dalam bukunya, Tanaman Berguna Indonesia, jilid II, cetakan pertama, yang diterjemahkan Badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta, cangkring, merupakan tanaman pepohonan berdaun rontok, yang tingginya 10-20 m. Akar tunggang, berwarna putih kecokelatan.
Cangkring berbatang kayu, berwarna keabu-abuan, permukaan kulit kasar dengan cabang yang jarang, dilengkapi dengan duri tempel. Cangkring mempunyai lebih banyak duri daripada kerabatnya, Erythrina lithosperma.
Batangnya tegak berkayu, bulat, percabangan simpodial, berduri tajam dan berwarna putih kecokelatan.
Daunnya majemuk beranak tiga, berbentuk bulat telur dengan ujung dan pangkal tumpul, tepi rata. Tulang daun menyirip, berwarna hijau mengkilap, cabang samping anak daun berukuran lebih kecil daripada daun yang di ujung tengah.
Bunganya bunga majemuk, berwarna jingga muda, terletak di ujung batang, tangkai silindris, kelopak berbentuk tabung, ujung bercangap, berwarna hijau pucat, benang sari berwarna merah, kepala sari berbentuk ginjal, berwarna kuning, tangkai putik silindris, berwarna putih, kepala putik lonjong, berwarna kuning, mahkota berbentuk kupu-kupu, berwarna merah. Bunga berbentuk polong, berwarna cokelat.
Dikutip dari unisba.ac.id, cangkring memiliki nama ilmiah Erythrina fusca, Lour. Di Indonesia, cangkring mempunyai beberapa nama daerah, yaitu galada ayer (Melayu), cangkring (Jawa), rope (Sasak), kane (Makasar), rase (Bugis), ngareer (Samarinda), cangkering, dadap cangkring, dadap rangrang, dadap cucuk, dadap duri.
Cangkring, dikutip dari ums.ac.id, berasal dari daerah tropik kering ke arah lembab, melalui daerah subtropik kering ke daerah berhutan basah. Tumbuhan ini tersebar dari timur laut India ke Jawa, Polynesia dan Sri Lanka.
Erythrina fusca tumbuh di dekat daerah pesisir pantai, sepanjang sungai, dan di daerah yang tanahnya bukan benar-benar berkondisi hutan yang selalu hijau, dan di tempat-tempat lain sampai setinggi 700 meter dari permukaan laut.
Erythrina fusca, Lour., atau cangkring, dikutip dari CCRC Farmasi UGM, tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara. Di Jawa ditemukan tumbuh di bawah 700 m di atas permukaan laut. Di Amerika, tersebar dari Guatemala sampai ke Amazon Bason. Sedangkan di Panama, spesies ini hanya dikenal sebagai tumbuhan yang berasal dari tropik hutan basah, selalu tumbuh berawal dari daerah rawa.
Cangkring, menurut Wikipedia, juga kerap dipakai sebagai pohon peneduh di kebun-kebun kopi dan kakao, atau pohon rambatan bagi tanaman lada, sirih, panili, atau umbi gadung. Cangkring juga baik digunakan sebagai tiang-tiang pagar hidup. Di wilayah Pasifik, juga dimanfaatkan sebagai penahan angin.
Tumbuhan ini menghasilkan kayu ringan, lunak, dan berwarna putih, yang baik untuk membuat pelampung, peti-peti pengemas, pigura, dan mainan anak. Kayunya juga merupakan bahan pulp, namun kurang baik digunakan sebagai kayu api karena banyak berasap.
Daun-daun cangkring yang muda dapat digunakan sebagai sayuran. Daun-daun ini berkhasiat meningkatkan jumlah air susu ibu, membuat tidur lebih nyenyak, dan bersama dengan bunganya untuk melancarkan haid.
Cangkring memiliki kandungan protein (dan nitrogen) yang tinggi. Daun cangkring juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau untuk pupuk hijau. Perakaran cangkring bersimbiosis dengan bakteri rhizobium mengikat nitrogen dari udara, dan meningkatkan kesuburan tanah. Cangkring juga dapat digunakan sebagai pemberantas serangga.
Manfaat Herbal Tanaman Cangkring
Daun, akar, dan batang cangkring atau Erythrina fusca, dikutip dari ums.ac.id, mengandung saponin dan polifenol, di samping itu akarnya juga mengandung flavonoid. Identifikasi terhadap ekstrak metanol dalam daun Erythrina fusca menunjukkan adanya flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin.
Menurut penelitian terdahulu , dikutip dari ccrc.farmasi.ugm.ac.id, kandungan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan cangkring yang pertama kali diisolasi adalah alkaloid, termasuk erythroidine yang telah lama digunakan sebagai suatu relaksan otot, dalam pembedahan dan dalam pengobatan schizophrenia.
Hasil penelitian lain membuktikan aktivitas penghambatan angiogenesis ekstrak etanol daun cangkring pada membran korio alantois embrio ayam (CAM) terinduksi bFGF. Angiogenesis memberikan suplai nutrisi dan oksigen pada jaringan baru.
Apabila terjadi penghambatan angiogenesis, maka sel kanker akan mengalami kematian akibat kurangnya nutrisi bagi kelangsungan hidupnya. Kandungan flavonoidnya juga memungkinkan efek antikanker dengan bereaksi langsung dengan metabolit karsinogenik dan mendetoksifikasinya.
Hasil riset Zullies Ikawati, periset di Fakultas Farmasi UGM, juga menunjukkan ekstrak daun cangkring menekan aktivitas enzim siklooksigenase-2. Enzim itu diperlukan tumor untuk berkembang menjadi sel ganas.
Tim peneliti Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, meneliti aktivitas antimalaria senyawa flavanon terisoprenilasi dari kulit batang Erythrina fusca, L. Hasil penelitian menunjukkan dua senyawa flavanon terisoprenilasi yakni lonkokarpol A (1) dan lupinifolin (2) telah berhasil diisolasi dari kulit batang Erythrina fusca, L. Aktivitas antimalaria senyawa lonkokarpol A (1) dan lupinifolin (2) terhadap Plasmodium falciparum menunjukkan aktivitas yang sangat poten.
Eti Fatmawati Amiroh dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, meneliti efek antiinflamasi ekstrak kloroform daun cangkring terhadap inflamasi akut pada tikus yang diinduksi karagenin. Inflamasi adalah suatu mekanisme proteksi tubuh terhadap gangguan dari luar atau infeksi. Gambaran makroskopis inflamasi yang dikenal sebagai tanda-tanda pokok inflamasi mencakup rubor, calor, dolor, tumor, dan functio la esa.
Inflamasi dapat diatasi dengan obat modern atau tradisional. Salah satu tumbuhan yang secara empirik digunakan untuk antiinflamasi adalah daun cangkring (Erythrina fusca, Lour). Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak kloroform daun cangkring (Erythrina fusca, Lour) mempunyai efek antiinflamasi pada tikus yang diinduksi karagenin. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 30 ekor tikus putih jantan galur wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 gram.
Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kloroform daun cangkring, mempunyai kemampuan menghambat udem.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...