Cegah Stunting dengan Atasi Empat Masalah Utama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ada empat masalah gizi yang mempengaruhi masalah stunting (kekerdilan), yakni weight faltering (penurunan berat badan), underweight (berat badan kurang), gizi kurang, dan gizi buruk. Jika empat masalah gizi tersebut teratasi, penurunan prevalensi stunting akan terjadi.
''Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau kasus keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting akan susah turunnya,'' kata Dirjen Kesehatan Masyarakat, dr. Maria Endang Sumiwi, MPH di Jakarta, Jumat (27/1).
Pencegahan stunting yang lebih tepat harus dimulai dari hulu yaitu sejak masa kehamilan sampai anak umur dua tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan. Pada periode setelah lahir yang harus diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan yang dilakukan setiap bulan secara rutin. Dengan demikian dapat diketahui sejak dini apabila anak mengalami gangguan pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar. “Anak-anak yang weight faltering apabila dibiarkan maka bisa menjadi underweight dan berlanjut menjadi wasting (sia-sia). Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting,'' katanya.
''Mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota, kami mau lihat pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal bisa dilakukan atau tidak,'' kata Endang. Pemberian makanan tambahan dengan pangan lokal ini disajikan siap santap oleh Posyandu dan dimasak oleh kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi yang lain.
Sewbanyak 16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.
Hal tersebut bertujuan untuk mengejar penurunan angka stunting hingga 14% di tahun 2024. Sejumlah faktor yang mempengaruhi adanya penurunan stunting antara lain inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian protein hewani dan konseling gizi.
Ada peningkatan proporsi pada tahun 2022 yaitu inisiasi menyusui dini menjadi 60,1% dari yang sebelumnya 47,2% tahun 2021. Anak yang diberi ASI jadi 96,4% tahun 2022 dari yang sebelumnya 73,5% tahun 2021. Namun anak yang menyelesaikan ASI eklusif sampai enam bulan turun.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...