Cemara Udang Bermanfaat bagi Lingkungan
SATUHARAPAN.COM – Pohon cemara biasanya tumbuh di dataran tinggi. Namun, cemara udang, tumbuh rimbun di tepi pantai.
Di Jawa Timur, ada satu pantai yang identik dengan cemara udang, yaitu Pantai Lombang, 30 kilometer sebelah timur Kota Sumenep. Jajaran cemara udang membuat suasana teduh Pantai Lombang.
Pohon cemara udang yang tumbuh subur di lokasi wisata Pantai Lombang, menurut Wikipedia, menjadi flora identitas Kabupaten Sumenep, Madura. Saat ini pohon cemara udang termasuk salah satu flora yang dilindungi oleh UU dan Perda Kabupaten Sumenep.
Cemara udang (Casuarina equisetifolia), menurut Wikipedia, adalah tumbuhan yang memiliki daun dengan ujung lancip seperti jarum dan memiliki batang yang besar serta keras. Seperti pohon cemara lainnya, cemara udang memiliki bentuk serupa, daunnya lebat dan tajam. Yang berbeda hanya batangnya meliuk-liuk menambah indah bentuknya, daun cemara udang juga bisa dibentuk sesuai keinginan.
Tanaman ini sangat cocok digunakan sebagai pemanis ruangan ataupun pekarangan rumah. Meskipun tidak seperti tanaman hias lain yang kebanyakan memiliki warna daun warna-warni, cemara udang mempunyai ciri khas tersendiri walaupun warna daunnya cenderung monoton. Namun, itulah pemikatnya
Pohon cemara udang, adalah tumbuhan berbunga dan berkayu dari famili Casuarinaceae. Berbeda dengan jenis cemara lain yang hidup di dataran tinggi yang dingin, cemara udang justru hidup di daerah pesisir dengan pantai berpasir yang suhu udaranya lebih tinggi. Spesies ini juga toleran terhadap garam, sehingga angin pesisir yang banyak mengandung garam tidak akan mengganggu kehidupan spesies ini
Cemara udang, mengutip dari mongabay.co.id, banyak memberikan manfaat ekologi, antara lain, sebagai pemecah angin, rehabilitasi lahan kritis di pesisir, dan mampu menaikkan hidrogen tanah.
Sumber ekonomi dari cemara udang pun menggiurkan, pohon ini juga bisa dijadikan sebagai bonsai bagi para hobiis, dan bonsai cemara udang yang dikenal paling baik dan berharga tinggi adalah spesimen bonsai asal Indonesia yang sekarang dikultur di Taiwan.
Pemerian Botani Cemara Udang
Pohon cemara udang menurut Wikimedia.org, memiliki daun yang kecil, silindris, dan bersisik, biasanya berwarna hijau muda hingga keabu-abuan.
Batang pohon ini tertutupi kulit kayu yang keras dan bertekstur kasar. Batang pohon ini berwarna cokelat kemerahan hingga abu-abu.
Akar dari pohon ini sangat rapat, yang digunakan untuk mencengkeram substrat yang tidak stabil seperti pasir. Akarnya yang kuat juga dapat menopang pohon ini untuk tetap tegak ketika terjadi badai di kawasan pesisir, dan bahkan struktur pohon ini mampu menahan angin kencang, sehingga melindungi daerah di belakangnya dari ancaman angin.
Berbeda dengan pohon cemara pada umumnya, cemara udang adalah tumbuhan berumah satu, artinya dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan betina. Bunga jantan berada pada ujung cabang dan berwarna kekuningan, sementara bunga betina berada di percabangan dan berwarna merah.
Buah dari pohon ini menyerupai buah cemara pada umumnya yang cenderung keras dan berduri. Buah yang masih muda berwarna kehijauan, sementara buah yang sudah mengeluarkan biji akan berubah menjadi cokelat gelap. Di dalam buah tersebut terdapat biji kecil seukuran biji cabai yang memiliki 'sayap'. Dalam satu buah, dapat terdapat 7 - 9 biji yang ketika buah itu pecah, biji tersebut akan terbang dan disebarkan angin.
Pohon cemara udang, menurut Wikipedia, kebanyakan ditanam di sepanjang pantai untuk menahan kekuatan angin yang menerpa daerah pesisir dan untuk meneduhkan kawasan pesisir. Tanaman ini juga berguna menahan erosi dan membantu proses nutrifikasi di dalam tanah, karena perakaran tanaman ini bersimbiosis dengan mikroba yang mengikat nitrogen.
Pohon ini juga ditanam di kawasan reklamasi untuk membantu menstabilkan tanah di kawasan tersebut. Sifat pohon ini yang mampu tumbuh dengan cepat, mudah diperbanyak, dan mampu tumbuh dari pokok batang yang sudah ditebang, menjadikan pohon ini sering kali dikultur untuk dimanfaatkan kayunya, atau sekadar untuk rehabilitasi kawasan pesisir.
Cemara udang, menurut Wikipedia, memiliki nama ilmiah Casuarina equisetifolia. Beberapa daerah juga menyebutnya dengan cemara laut.
Dalam bahasa Inggris, pohon ini dikenal dengan nama beach she-oak dan ironwood, karena kayu pohon ini dikenal sangat keras ketika pohon ini sudah tua. Pohon ini juga dikenal dengan nama horsetail she-oak karena kumpulan daunnya yang menyerupai rambut pada ekor kuda.
Pohon ini merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan Australia Utara, namun tanaman ini mulai disebarkan ke berbagai belahan dunia yang beriklim tropis dan subtropis.
Cemara udang juga menyediakan tempat bersarang bagi beberapa jenis biota, terutama burung. Pohon ini dapat menyediakan privasi dan perlindungan bagi burung dari keadaan alam yang ekstrem maupun dari pemangsa.
Manfaat dan Konservasi Cemara Udang
Cemara udang, mengutip dari greeners.co, merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini mampu menahan tiupan angin kencang, empasan gelombang laut, dan terpaan pasir yang bergulung di sepanjang pantai. Karena itu, cemara udang sangat baik digunakan sebagai pemecah angin (windbarrier) di kawasan pantai yang rentan terhadap bahaya angin kencang dan tsunami.
Peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS, Surakarta, Beny Haryadi, dikutip dari kominfo.jatimprov.go.id, pada 10 Februari 2015, menjelaskan, cemara laut merupakan jenis tanaman khas pantai yang potensial untuk rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) pantai berpasir.
Jenis ini mampu menahan angin laut dan uap air laut yang mengandung garam, sehingga mampu mendorong perbaikan lingkungan. Selain untuk mitigasi tsunami, vegetasi hutan, cemara udang sangat baik untuk membuat lahan sekitar pantai menjadi produktif. Kawasan di sekitar hutan cemara udang pun bisa dijadikan tambak udang dan peternakan karena kemampuan pohon ini mengikat nitrogen (biasanya disebut pupuk urea alami).
Menurut Beny Haryadi, penanaman tanaman cemara udang adalah salah satu teknik konservasi tanah secara vegetatif dan bersifat permanen. Teknik ini berhasil diterapkan di Kebumen, Jawa Tengah, dengan partisipasi aktif Kelompok Tani Pasir Makmur, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan evaluasi.
Adanya cemara udang meningkatkan agregasi perkembangan struktur tanah karena memperbesar granulasi dan porositas tanah, memperbaiki unsur hara dan meningkatkan kadar air tanah di bawah tegakan. Tegakan cemara laut mampu menciptakan iklim mikro lebih baik yang dapat menyebabkan lahan pantai berpasir pada zona setelah tegakan cemara laut dapat digunakan untuk budidaya tanaman semusim dan hortikultura.
Selain hasil produksi di atas, suasana pantai yang hijau rimbun dan sejuk juga dimanfaatkan sebagai objek wisata alam. Tanaman cemara laut dapat berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari bagi wisatawan yang mengunjungi pantai.
Winastuti Dwi Atmanto, dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), meneliti cemara udang sebagai salah satu tanaman untuk rehabilitasi kawasan kritis di daerah pesisir. Ia menuliskan, sekitar 41 persen areal hutan di Indonesia dalam kondisi terdegradasi akibat kerusakan hutan. Dari luas area tersebut, kondisi hutan agak kritis sebanyak 61 persen, kritis 30 persen, dan sangat kritis 6 persen.
Untuk memperbaiki kondisi hutan tersebut, akademisi dan peneliti Fakultas Kehutanan UGM itu mengusulkan pemanfaatan tumbuhan penambat nitrogen untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah akibat degradasi hutan.
Cemara udang merupakan salah satu tanaman untuk rehabilitasi kawasan kritis di daerah pesisir. Dengan memanfaatkan media mikroorganisme simbiotik Frankia, yang terdapat pada batang dan akar pohon tersebut, diketahui mampu mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Dari hasil penelitiannya, sebagian besar nitrogen di lahan pasir pantai yang ditanami cemara udang berasal dari aktivitas mikroorganisme terutama Frankia, yang mampu menambat nitrogen dari udara. Bahkan penanaman cemara udang di lahan pantai berpasir juga meningkatkan C-organik 133,33-433,33 persen dibandingkan dengan lahan pasir yang tidak ada tanamannya. Kehadiran tanaman cemara udang juga mampu menaikkan nitrogen tanah 0,02 sampai 0,04 persen, dibanding lahan pasir pantai yang tidak ditanami cemara udang yang memiliki kadar nitrogen 0,01 persen.
Tim peneliti Universitas Gajah Mada, yang dikutip dari ugm.ac.id, meneliti limbah cemara udang potensial menjadi bahan penyamak kulit yang ramah lingkungan. Tanin yang tersebar pada bagian tanaman seperti daun, kayu, kulit kayu, ranting, akar, dan buah, merupakan zat aktif yang pertama kali digunakan untuk menyamak kulit hewan sebagai bahan penyamak nabati.
Namun, penelitian tentang pengaplikasian zat tanin sebagai penyamak kulit nabati yang memperhatikan lingkungan masih belum dilakukan. Penelitian ini mereka lakukan untuk mengetahui pengaruh bagian-bagian dari pohon cemara udang tersebut sebagai bahan penyamak kulit nabati untuk pembuatan pakaian atau aksesoris lain yang berbasis eco-friendly.
Melalui serangkaian tahap pengujian, mereka berhasil menemukan, tanin yang terkandung dari bagian pohon cemara udang dapat digunakan sebagai bahan penyamak nabati. Pencampuran ketiga bagian pohon yang dianalisis dapat menghasilkan kadar tanin, kadar air, dan kualitas samak yang baik.
Penelitian Muh Fajri Saptaji dari Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, meneliti rendemen sifat fisik pulp sulfat kayu cemara udang. Kebutuhan kertas yang meningkat membuat kita harus mempertimbangkan untuk mencari alternatif selain jenis Acacia sp dan Eucalyptus sp sebagai bahan baku pulp dan kertas.
Cemara udang merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik di berbagai lahan, namun pemanfaatan kayunya di Indonesia sangat terbatas. Penelitiannya bertujuan untuk melihat potensi pemanfaatan cemara udang sebagai bahan baku pulp dan kertas, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah kayu tersebut.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga pohon cemara udang yang diperoleh dari Bengkalis, Riau melalui perusahaan Asia Pulp & Paper dalam bentuk ceriping. Hasil penelitian menunjukkan kayu cemara udang dapat diolah menjadi pulp yang seluruh hasil uji fisik tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...