Cermin Hati

SATUHARAPAN.COM – Terhenyak saya memasuki rumah itu.  Mainan anak-anak, baju-baju, buku dan barang-barang lain bertebaran. Sambil mengobrol dengan Sang Empunya rumah, yang adalah kerabat saya,  saya pun duduk di lantai dengan memangku tas yang saya bawa, melihat kursi, sofa dan meja penuh dengan barang. 

Keluh kesah tentang kesibukan hidup, sulitnya persaingan kerja, waktu yang begitu cepat berlalu, mengalir dalam pembicaraan kami.  Tugas seorang ibu rumah tangga yang tak ada hentinya, dari mulai memasak, membersihkan rumah, mencuci, menyetrika, mengantarjemput anak ke sekolah, menemani belajar, tergantikan dengan binar-binar harapan dan kebanggaan melihat anak-anaknya berprestasi.

”Kamu harus mempunyai kegiatan untuk diri kamu sendiri,” kata saya.

”Mana ada waktu?” sahutnya.

Melihat bekas-bekas makanan di meja makan yang belum dirapihkan, pakaian yang menumpuk menunggu disetrika, mainan yang bertebaran di lantai, saya cuma bisa menggelengkan kepala.

Beberapa hari kemudian, saya mengunjungi rumah lain yang terlihat mungil dalam rangka tugas pelawatan dari gereja.  Ruang tamu yang kecil itu tampak apik dan tertata rapih.  Sofa hijau yang kami duduki, terlihat manis dengan pernak-pernik unik di meja kecil bertaplak putih. Foto keluarga terpajang di dinding, menunjukkan siapa saja penghuni rumah tersebut. Ibu muda yang melepaskan pekerjaannya di kantor untuk mendampingi anaknya ini selalu tersenyum, dan dia juga menceritakan kegiatan hariannya yang tidak jauh berbeda dengan kerabat saya.

Dua peristiwa ini yang menggambarkan bahwa kondisi rumah adalah cermin hati dari Si Empunya.  Bukan besar atau kecilnya rumah, mewah atau tidak perabotannya, ada atau tidak adanya kehadiran anak. Tatanan rumah, kebersihan, dan keapikannya mencerminkan hati sang pemilik.

Bagaimana cermin hati kita?

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro