Dampak Mencairnya Es Kutub Utara Pada Musim Panas
WASHINGTON D.C, SATUHARAPAN.COM - Para pejabat keamanan nasional khawatir dengan hilangnya es musim panas Arktik yang lebih cepat. Hal ini bisa menjadi ancaman kekurangan pangan global dan permanen. Pejabat senior Pemerintah Amerika Serikat beberapa waktu lalu menyebutkan tentang bahaya tersebut akibat mencairnya es di Kutub Utara pada musim panas dalam waktu dua tahun terakhir.
Kepala ilmuwan NASA, Gale Allen, dan Direktur US National Science Foundation, Cora Marett, serta perwakilan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS di Pentagon menyebutkan ada indikasi terbaru bahwa para pejabat AS semakin khawatir tentang implikasi keamanan internasional dan domestik dari perubahan iklim.
Ilmuwan senior memberi saran kepada pemerintah AS dalam pertemuan itu dihadiri juga oleh 10 spesialis Arktik, termasuk ilmuwan kelautan Prof Carlos Duarte yang juga sebagai direktur Oceans Institute di University of Western Australia. Pada awal April, Duarte memperingatkan bahwa lautan es Arktik mencair dengan kecepatan lebih dari yang diperkirakan oleh model iklim konvensional, dan bisa menjadi es gratis pada awal 2015.
"Keadaan Arktik saat ini seperti bola salju di mana perubahan yang berbahaya terjadi di Kutub Utara yang berasal dari akumulasi gas rumah kaca antropogenik dan akan menyebabkan lebih banyak kegiatan kondusif untuk emisi gas rumah kaca lebih jauh situasi ini memiliki momentum seperti kecepatan kereta," kata Duarte. Duarte dan timnya menyimpulkan kita sedang menghadapi bukti perubahan iklim yang berbahaya.
Selain itu, menurut Ilmuwan iklim dari Rutgers University Jennifer Francis, dalam melakukan penelitian terbaru di mana menunjukkan bahwa musim panas Arktik akan kehilangan es laut terkait dengan cuaca ekstrim.
"Hilangnya es laut di arktik dan musim panas dari utara mengubah aliran cepat di seluruh Amerika Utara, Eropa, dan Rusia. Para ilmuwan sekarang baru mulai memahami bagaimana akan ada perubahan yang mendalam yang dapat meningkatkan kemungkinan cuaca yang lebih ekstrim lagi."
Kejadian cuaca ekstrem yang terjadi selama beberapa tahun terakhir tampaknya didorong oleh percepatan proses pencairan Arktik, termasuk gelombang panas dan kekeringan belum pernah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat dan Rusia, bersama dengan badai salju dan cuaca dingin di Eropa utara yang telah merusak panen dan secara dramatis berdampak produksi pangan global serta berkontribusi terhadap keresahan penduduk.
Para pejabat keamanan nasional AS telah mengambil tindakan dengan meningkatkan dampak ketidakstAbilan akibat perubahan iklim. Pada Februari tahun ini, Departemen Pertahanan AS (DoD) mengeluarkan Peta Adaptasi Perubahan Iklim, yang mencatat bahwa pemanasan global akan memiliki sebuah dampak signifikan geopolitik di seluruh dunia, memberikan kontribusi untuk kompetisi yang lebih besar untuk sumber daya mempertahankan hidup lebih terbatas dan kritis seperti makanan dan air.
Tujuan utama dari adaptasi ini adalah untuk memastikan bahwa angkatan bersenjata AS lebih siap untuk secara efektif merespon perubahan iklim seperti yang terjadi dan untuk memastikan keberhasilan misi lanjutan dalam operasi militer bukan untuk mencegah atau mengurangi perubahan iklim.
Sementara ITU, Departemen Pertahanan juga prihatin terhadap Arktik, fokusnya adalah pada risiko dari peluang yang ada, "Departemen ini mengembangkan kerjasama kemitraan dengan antar pemangku kepentingan dan Arctic internasional untuk bersama-sama mengatasi peluang dan tantangan masa depan potensi yang ada dalam pembukaan proyek di Arktik."
Menurut pejabat keamanan nasional AS dalam Peta Adaptasi Perubahan Iklim dirilis tahun lalu mengangkat isu-isu serupa, memperingatkan bahwa perubahan iklim bisa langsung mempengaruhi infrastruktur Bangsa, serta memberatkan kondisi yang dapat memungkinkan terjadinya aktivitas terorisme, kekerasan, dan migrasi massal".
Di Arktik, laporan ini menyoroti tentang pentingnya untuk melindungi kepentingan sumber daya AS dengan meningkatkan penetrasi militer regional, "Es laut di Arktik yang melebur dapat menyebabkan peluang baru untuk pengiriman, pariwisata, dan eksplorasi sumber daya, namun peningkatan aktivitas manusia mungkin memerlukan peningkatan yang signifikan dalam kemampuan operasional di wilayah tersebut dalam rangka menjaga perdagangan yang sah dan perjalanan dan untuk mencegah eksploitasi rute baru untuk penyelundupan dan perdagangan. "
Sekelompok ilmuwan iklim internasional meminta pemerintah untuk mengakui bahwa kerugian dari es laut musim panas di Arktik akan membuat peristiwa cuaca ekstrem akan berpengaruh besar terhadap daerah lumbung pangan dunia dan akan merusak produksi pangan global di masa mendatang dengan konsekuensi serius bagi keamanan internasional.
Kelompok yang di antara anggota pendirinya adalah spesialis Arktik terkemuka seperti Prof Peter Wadhams yang merupakan kepala Polar Ocean Grup Fisika di Cambridge University. Dia menyatakan bahwa cuaca ekstrem dari tahun lalu yang menyebabkan masalah nyata bagi petani, tidak hanya di Inggris, tetapi di Amerika Serikat dan banyak negara penghasil gandum lainnya.
Produksi pangan dunia dapat diharapkan tidak akan menurun yang nantinya akan berdampak pada kelaparan massal. Naiknya harga makanan, yang akan membuat kerusuhan global dan membuat ketahanan pangan bahkan akan membuat suatu masalah baru”.
Pernyataan AMEG ini menambahkan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan teknologi geoengineering dengan intervensi teknologi skala besar dalam sistem iklim. "mendinginkan Arktik dan menyimpan es laut dalam rangka untuk mencegah bencana, kritik menunjukkan bagaimanapun bahwa teknologi geoengineering belum teruji dan bisa memiliki dampak yang tidak diinginkan dengan rusaknya ekosistem yang ada serta perlunya pengaturan sebelum dimulainya proyek-proyek besar."
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...