Dana Iklim Setujui $1 Miliar untuk Proyek di Negara Miskin
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sebuah dana yang didukung PBB, menyetujui lebih dari 1 miliar dolar (Rp15 triliun) untuk 19 proyek baru, untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi perubahan iklim, kata para pejabat hari Minggu (21/10).
Dalam pertemuan empat hari di Bahrain yang berakhir Sabtu (20/10) malam, para pejabat yang mengawasi Dana Iklim Hijau juga sepakat untuk mulai mencari uang lagi tahun depan, karena modal awal sekitar 6,6 miliar dolar (Rp100 triliun) akan segera habis.
Dana yang berbasis di Korea Selatan, yang dianggap sebagai wadah penting bagi program-program pembangunan terkait iklim, tadinya dimaksudkan untuk menerima lebih dari 10 miliar dolar (Rp152 triliun) dari negara-negara kaya tahun 2018. Tapi keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menahan 2 miliar dolar (Rp30 triliun) dari 3 miliar dolar (Rp45 triliun) yang dijanjikan pendahulunya, Barack Obama, telah menyebabkan kurangnya anggaran.
Pendanaan yang disetujui dalam pertemuan di Manama itu termasuk proyek-proyek terkait energi geothermal di Indonesia, kota-kota lebih hijau di Eropa dan Timur Tengah, dan perlindungan bagi komunitas pantai di India.
Tetapi, delegasi berselisih soal permintaan dari negara tuan rumah Bahrain, untuk menerima pendanaan untuk melindungi sumber-sumber air segarnya.
Para pakar lingkungan telah mengatakan, negara Teluk itu bisa mendanai proyek itu menggunakan uang yang dihasilkannya sendiri dari persediaan minyak dan gas yang besar. Proyek itu pada akhirnya disetujui, tapi hanya dengan 2,1 juta dolar (Rp31,9 miliar) dari 9,8 juta dolar (Rp14,9 miliar) yang diminta Bahrain.
Keputusan mengenai permohonan pendanaan oleh China ditunda, setelah keprihatinan dari Jepang dan AS mengenai kemungkinan bahwa uang itu bisa digunakan untuk mensubsidi riset teknologi baru.
Perdebatan mengenai dana itu terkadang memecahkan negara-negara Barat dan ekonomi-ekonomi berkembang yang besar seperti China, Mesir, dan Arab Saudi.
Direktur terakhir dana itu, Howard Bamsey, mengundurkan diri bulan Juli setelah apa yang para pejabat gambarkan sebagai pertemuan yang "sangat sulit dan mengecewakan."
Pertemuan terakhir itu terjadi beberapa minggu sebelum sebuah KTT di Katowice, Polandia, mengenai masa depan perjanjian iklim Paris 2015. Pendanaan bagi negara-negara berkembang untuk memitigasi dan beradaptasi dengan pemanasan global juga akan menjadi pusat diskusi pertemuan itu. (Voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...