Debat Capres, Visi Energi, Pangan, dan Lingkungan Jokowi-JK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Kita akan mencetak sawah satu juta hektare,” kata Jusuf Kalla dalam debat calon presiden-calon wakil presiden putaran terakhir, Sabtu (5/7). Debat diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta.
Debat yang dimoderatori Prof. Sudharto P. Hadi, MES PhD, rektor UNDIP ini bertema "Energi, Pangan dan Lingkungan Hidup". Sesuai kesepakatan, pada sesi pertama visi dan misi pasangan capres-cawapres, dipaparkan oleh cawapres. Masing-masing pasangan mendapat kesempatan memaparkan visi dan misi mereka selama empat menit. Setelah Hatta Rajasa selesai memaparkan visi pasangan Prabowo-Hatta, mantan presiden era 2004-2009, Jusuf Kalla memaparkan visi dan misi pasangan Joko Widodo –Jusuf Kalla.
Menurut Kalla, pangan energi kebutuhan pokok dan lingkungan yang baik. Lima tahun terakhir kondisi pangan krisis luar biasa. Indonesia dengan penduduk sekitar 250 juta punya luas lahan 8 juta hektare, yang menghasilkan 12 juta ton beras per tahun. Sempat mengalami swasembada beras pada 2008, pada 2012 Indonesia mengimpor beras 2,7 juta ton.
Jusuf Kalla juga menekankan bahwa situasi sangat kritis pada bidang energi, bahan bakar minyak masih impor dan listrik padam di banyak kota.
Komitmen Jokowi-JK
Berdasarkan kondisi tersebut, Jokowi dan JK bertekad untuk bidang pangan yaitu meningkatkan produktivitas, yaitu dengan pemilihan bibit yang unggul, pupuk tepat waktu, dan pengairan yang benar. Pasangan Jokowi-JK juga berkomitmen menciptakan sawah satu juta hektare.
Bidang energi, harus segera mengadakan perubahan cara berpikir. Yaitu memperbaiki sistem. Mixed energi yang baik. Dan, konversi ke gas.
Juga, menurut pasangan ini harus segera memperbaiki transportasi umum. Dan, meningkatkan produktivitas energi terbarukan.
Pasangan Jokowi-JK juga berkomitmen untuk memperbaiki hutan minimal dua juta pertahun.
Dokumen
Dalam dokumen visi misi pasangan Jokowi-JK menjadikan kedaulatan energi dalam salah satu skala prioritas namun masih menempatkan batu bara sebagai solusi energi di Indonesia.
Dalam bidang lingkungan, Jokowi-JK dalam visi-misinya lebih menitik-beratkan pada pemberantasan penebangan liar yang selama ini identik dengan praktik penebangan hutan tanpa izin yang dilakukan masyarakat adat atau lokal yang bergantung hidup pada hutan, di sisi lain praktik konversi hutan skala besar oleh korporasi belum menjadi perhatian.
Secara lengkap, visi dan misi Jokowi-JK dalam bidang energi adalah sebagai berikut:
Meningkatkan produksi minyak bumi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang dengan cara memperpanjang usia sumur-sumur produksi dan meningkatkan produksi lewat teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Memberikan kemudahan administrasi yang sering menghambat dalam kegiatan investasi. Menyusun tata kelola migas yang efektif dan efisien, dan revisi Undang-undang Migas.
Kedua, mengurangi subsidi BBM dan menyediakan energi murah. Caranya adalah konversi BBM ke gas, perkiraan pengalihan 30% transportasi ke gas akan mengurangi subsidi BBM Rp 60 triliun dan menekan harga energi 20%. Mengalihkan konsumsi BBM ke biofuel.
Ketiga, mengembangkan energi baru terbarukan. Hal itu dilakukan dengan pengembangan strategi jangka panjang dengan mengubah sistem harga beli energi terbarukan sehingga sesuai dengan nilai keekonomian. Membentuk badan usaha khusus seperti BULOG yang tugasnya memperkuat industri biofuel dan menjamin terjadinya perdagangan biofuel yang efisien.
Keempat, mengatasi kelangkaan listrik, mengurangi biaya produksi listrik, mengeliminasi subsidi listrik, dan meningkatkan rasio elektrifikasi sampai 100%.
Kelima, membangun infrastruktur migas seperti membangun kilang minyak dan SPBG, storage, pipa transmisi, dan kapal tanker agar menekan impor juga agar energi yang diproduksi di dalam negeri dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan domestik.
Keenam, memberikan insentif kepada swasta untuk mendorong partisipasinya dalam pembangunan infrastruktur energi nasional.
Ketujuh, penguasaan sumber daya alam melalui peningkatan jumlah pengusaha tambang nasional harus makin banyak. Masyarakat lokal/ sekitar tambang harus memperoleh manfaat langsung dari pengelolaan tambang di wilayah mereka. Harus terdapat penguatan koordinasi pengelolaan pertambangan di bawah Menko, atas dasar prinsip keberpihakan, efisiensi dan efektivitas. Porsi penerimaan negara dari hasil tambang secara bertahap harus meningkat.
Juga, kebijakan hilirisasi harus segera dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan impor dan meningkatkan ekspor hasil tambang yang sudah diolah. Pengurangan secara drastis konï¬ik antara masyarakat lokal dan perusahaan tambang.
Membangun regulasi yang mewajibkan CSR atau saham yang diperuntukkan untuk masyarakat lokal atau sekitar tambang, penguatan kapasitas pengusaha nasional (termasuk penambang rakyat) dalam pengelolaan sumber tarnbang yang berkelanjutan. Perlu diberikan insentif ï¬skal dan non ï¬skal bagi investor khususnya investor nasional yang mau mengembangkan industri pengolahan bahan tambang di dalam negeri. Renegosiasi pengelolaan sumber tambang berbasiskan keuntungan yang setara (misalnya, equal proï¬t sharing) antara pemerintah dan korporasi baik domestik maupun asing harus dirancang sebagai bagian dari penguatan kapasitas.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...