Debat Pilkada DKI Berikutnya Jangan Seperti Berdeklamasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sosiolog dan Ketua Yayasan Interseksi, Hikmat Budiman, menilai program debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta putaran kedua dan ketiga diharapkan tidak terlalu formal dan kaku layaknya debat yang diselenggarakan di perguruan tinggi yang memperebutkan kursi ketua senat atau seperti lomba membaca puisi.
“Ke depan, sebetulnya kalau debat (Pilkada) itu ya seharusnya dibikin berdebat bukan dibuat seperti pemilihan ketua senat, atau malah seperti lomba deklamasi, jadi warga Jakarta biar saja melihat mereka berdebat,” kata Hikmat dalam diskusi bertajuk “Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat”, di Widya Graha Lantai 4, Kompleks Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta Selatan, hari Kamis (19/1).
Dia menilai debat Pilkada yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta tersebut terlalu kaku dalam interaksi antarpaslon.
Dia menilai dengan berdebat warga Jakarta akan menilai kedewasaan berpolitik masing-masing paslon, menurut dia kedewasaan berpolitik setiap paslon pilkada dapat diukur politik apabila setiap paslon berhasil melewati pertanyaan yang sulit dengan jawaban yang elegan dan tenang.
“Saya tidak tahu apa yang menjadi ketakutan KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) apakah ketidakpercayaan kepada paslon dalam berdebat, atau ketidakpercayaan kepada penonton,” kata dia.
Tayangan Langsung Debat KPU Jakarta Jangan Ada Iklan
Hikmat menyoroti tayangan debat resmi Pilkada putaran pertama yang tayang di stasiun televisi diharapkan tidak terpotong oleh iklan yang tidak ada kaitannya dengan pemilihan umum kepala daerah.
“Kalau ini menyangkut kepentingan luas dan sebagai upaya KPUD untuk menyajikan pendidikan politik yang cerdas saya masih bingung kenapa debat sepenting ini masih diperlakukan seperti tayangan sepakbola, karena dalam tayangan debat masih ada iklan,” kata dia.
Dia menilai hadirnya pariwara dalam tayangan langsung debat di tiga stasiun televisi swasta tersebut membuktikan bahwa pemilik stasiun televisi lebih berkuasa dari KPUD.
“Tetapi kalau ini penyelenggaranya KPUD yang notabene panitia pemilu mengapa harus dibatasi durasi untuk iklan, sebaiknya kalau ingin bekerja sama dengan televisi sebaiknya sediakan waktu dan siaran langsung tanpa terpotong iklan,” kata dia.
Dia menilai debat tersebut penting karena sebagai sarana pencerdasan politik publik yang jelas bagi warga Jakarta, bahkan tidak hanya bagi warga Jakarta tetapi seluruh indonesia.
Sementara itu, peneliti dari Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Syamsuddin Haris mengusulkan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta agar dalam debat putaran kedua dan ketiga acaranya harus lebih inovatif, dan belajar dari kekurangan di debat putaran pertama.
“Kalau bisa jangan terlampau strict (kaku) dan dari formatnya jangan seperti ini, dan segmennya bisa berubah ubah,” kata Syamsuddin Haris.
Jadwal debat selanjutnya akan digelar pada 27 Januari dan 10 Februari 2017. Debat yang diselenggarakan oleh KPU DKI ini harus diikuti seluruh pasangan calon gubernur (cagub)-calon wakil gubernur (cawagub).
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...