Defisit Listrik RI dalam Kondisi Terancam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul mengatakan defisit listrik di Indonesia sudah dalam kondisi terancam.
"Yang sudah normal dipertahankan, daerah yang kurang jangan sampai semakin berkurang, dan yang belum akan disegerakan dialirkan, saat ini fokus kami pada hal itu," kata Sitompul ketika berdiskusi dengan wartawan, di Jakarta, hari Jumat (6/11).
Ia menjelaskan, contoh daerah yang sudah normal seperti Ambon, Nusa Tenggara Timur harusnya semakin baik karena di daerah tersebut tidak ada pasokan untuk industri, semuanya untuk konsumsi rumah tangga.
Beberapa daerah yang mengalami defisit antara lain, Aceh, Sumatera Utara dengan pasokan sebanyak 1.821 Megawatt (Mw) dan defisitnya 5,22 persen. Kemudian daerah lainnya, Sumatera Barat (Sumbar), Riau dan Jambi (SBT) pasokannya sebanyak 1.277 Mw, namun mengalami defisit 9,79 persen.
Sementara itu, daerah Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung (SBS) kapasitas pasokannya 1.721 Mw dan defisitnya 8,19 persen. Sedangkan, Kalimantan Timur 459 Mw dengan defisit 1,04 persen, Kalimantan Barat 362 Mw dengan defisit 8 persen, Belitung 35 Mw, defisitnya 14,90 persen.
"Contohnya Aceh dan Sumatera Utara, pemadaman listrik bisa tiga kali dalam satu hari, seperti minum obat kan," kata Alihuddin.
Daerah lain yang mengalami defisit juga adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, jumlah pasokannya 504 Mw, namun defisit 9,15 persen, Lombok 204 Mw defisitnya 17,35 persen, Sulawesi Utara dan Gorontalo 307 Mw dengan defisit 22,94 persen, Kendari 69 Mw, tetapi defisitnya 22,38 persen serta Jayapura dengan pasokan masih 69 Mw.
"Di Jawa saja kondisinya juga sebenarnya masih banyak daerah yang defisit, karena banyak industri, idealnya `reset margin` adalah 30 persen, karena dari 30 persen tersebut sudah memperhitungkan variasi musim, cadangan kapasitas, pemeliharaan dan cadangan berbutar sendiri," katanya.
Variasi musim menjadi faktor karena Indonesia sebagian besar menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan ketika musim kemarau maka kapasitas turbin berputar tidak terlalu besar menghasilkan listrik.
"Nah dengan total `reset margin` yang harusnya 30 persen tersebut, di Jawa saja cuma 1.17 persen, hal itu masih jauh dari normal. Oleh karena itu pemerintah sudah benar mencanangkan program 35.000 MW untuk pasokan listrik," katanya.
"Kalau tidak terjadi penambahan kapasitas, maka akibatnya akan berbahaya, karena gardu listrik di daerah-daerah kondisinya sudah sangat tua, tidak mampu menyalurkan banyak tenaga," tambahnya.
Pembangkit Listrik Butuh "Istirahat"
Lebih lanjut, Alihuddin Sitompul, mengatakan beberapa pembangkit tenaga listrik di Indonesia sedang membutuhkan "istirahat" atau perawatan total.
"Kendalanya adalah ketika beberapa pembangkit listrik tersebut beristirahat atau diservice, maka pembangkit itu harus keluar dari sistem dulu, dengan kata lain tidak dapat memberikan pasokan dalam beberapa waktu," kata Alihuddin, di Jakarta, Jumat.
Dalam agenda diskusi dengan wartawan tersebut, Alihuddin memaparkan beberapa kendala jika pembangkit berhenti beroperasi sementara, hal paling mengkhawatirkan adalah banyak daerah yang krisis listrik, terutama Pulau Jawa.
"Kondisi konduktor dan trafo di Pulau Jawa adalah sudah dalam keadaan fisik tua, terkadang banyak mengalami lossing energi (tereduksi dayanya menjadi panas), sehingga perlu dicari apa yang tidak beres, atau diservice, masalahnya ketika diservice maka paling tidak harus `off` selama dua minggu, ya krisis energi," katanya lagi.
"Kalau PLTU Batang masuk 2 x 1.000 MW, maka masih sekitar 10 persen dari target, otomatis pembangkit yang sudah terseok-seok minta istirahat, jadi kondisi pembangkit sekarang adalah tiga normal, sembilan siaga dan 11 defisit," katanya menambahkan.
Karena itu, PT PLN (Persero) menandatangani perjanjian kerja sama strategis dengan lima BUMN untuk mendukung program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said meminta PLN membuka diri dan memberi kemudahan akses untuk berkomunikasi dengan mitra agar tercapai target.
Ia juga berharap, proyek 35.000 MW menggunakan peralatan produksi dalam negeri, sehingga mengurangi transaksi dolar AS, meningkatkan perekonomian nasional, dan menyerap tenaga kerja.
Program 35.000 MW dengan investasi sebesar 72,942 miliar dolar AS akan membangun 291 pembangkit, 732 transmisi, dan 1.375 gardu induk.
Kebutuhan komponen antara lain 301.300 km konduktor aluminium, 2.600 set trafo, dan 3,5 juta ton baja.
Total target tingkat komponen dalam negeri (TKDN) adalah sebesar 40 persen dari total investasi atau 29,2 miliar dolar AS.
Program 35.000 MW juga akan menyerap 650.000 tenaga kerja langsung dan tiga juta pekerja tidak langsung. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...