Deformasi Pastel Wahyu Gunawan dalam “Unfinished Comedy”
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tiga belas lukisan berukuran kecil dan dua lukisan ukuran sedang karya Wahyu Gunawan dalam goresan figuratif-naif dipamerkan di Miracle Prints. Pameran bertajuk “Unfinished Comedy” dibuka oleh kolektor karya seni Oei Hong Djien (OHD), Jumat (22/2) sore.
Unsur komedi atau cerita lucu tidak habis-habisnya digarap Wahyu Gunawan dalam karya-karyanya. Dalam banyak hal komedi menjadi kekuatan utama dari karyanya disamping kekuatan warna dan spontanitas bentuk. Komedi adalah ungkapan perasaan intim Wahyu terhadap situasi kehidupan sehari-hari yang disikapinya dengan ringan.
Beberapa pameran diikuti Wahyu Gunawan diantaranya pameran "Treshold" di Museum Affandi, Yogyakarta (2004), pameran “Art of Mozaic” Arya Seni Gallery, Singapore (2006), pameran “Bersama-sama" di Koong Gallery, Jakarta (2007), dan pameran “Survey” di Edwin Gallery, Jakarta (2008).
Bulan Agustus dua tahun lalu Wahyu Gunawan mempresentasikan sembilan buah lukisan ukuran kecil dan dua buah lukisan figuratif-naif ukuran besar. Dalam pameran "Banyol is Me", Wahyu Gunawan seolah membebaskan dirinya layaknya anak kecil yang mencoret-coret kanvas dengan acrylic maupun cat minyak dalam goresan tangan anak-anak, sapuan, permainan warna pastel.
“Warna pastel itu zona aman. Ini banyak digemari oleh orang-orang Barat atau orang yang berpendidikan/berselera Barat. Keluhan dari (balai lelang) Sotheby ataupun Christie tentang karya seniman Bali adalah karya-karyanya bagus tapi warnanya harus pastel. Menurut saya itu lucu. Untuk mengerti karya-karya dari seniman Bali harus mendalami kebudayaan seniman bersangkutan,” jelas OHD dalam sambutan pembukaan pameran.
Dalam karya dengan gaya ekspresi figuratif-naif, sekaligus Wahyu Gunawan bermain deformasi bentuk. Tentang penggunaan warna pastel ada kritik menarik dari OHD.
“Warna pastel itu memang enak dilihat, namun menurut saya tidak banyak variasinya. Ini yang harus banyak dipelajari (oleh seniman yang bermain-main dengan warna pastel). Ambil contoh (mendiang) Widayat meskipun berpameran tunggal dengan karya dalam warna monochrome tapi keseluruhan karya tidak terkesan monoton,” ungkap OHD.
Dalam kehidupan nyata, komedi kerap bersanding dengan satire, tragedi, ataupun drama-drama yang lucu, menyegarkan, maupun menyedihkan. Dalam karya berjudul I Want Diamond not Flowers, Wahyu seolah sedang memperbincangkan bahwa tragedi dan komedi bisa hadir berdampingan dan tidak harus berada pada dua sisi mata uang yang berbeda.
Lupa akan jalan untuk pulang dituangkan Wahyu dalam karyanya berjudul Forget the road home. Dalam warna kusam, obyek figur yang kebingungan ke mana harus mencari jalan pulang Wahyu menambahkan tulisan forget the road home secara mirror. Kebingungan untuk pulang ke rumah, tempat melepaskan segala lelah. Rumah, sejauh apapun berada dia akan menjadi tujuan terakhir untuk kembali pulang. Pergi selalu sepaket dengan pulang kembali. Apa jadinya saat seseorang lupa jalan untuk pulang?
Ketakutan seorang di hadapan dokter gigi hingga wajah berubah menghijau gelap direkam Wahyu dalam karya berjudul Fear, pemabuk yang mengajak anjing kesayangan mabuk bersama dalam karya berjudul Drunk, ataupun Hujan Batu yang dialami seekor anjing adalah cara Wahyu memparodikan tragedi kehidupan dalam kelucuan yang menegangkan. Dan dalam kehidupan nyata, baik komedi dan tragedi tidak pernah benar-benar berhenti.
Pameran tunggal Wahyu Gunawan dengan tema “Unfinished Comedy” berlangsung di Miracle Prints, Jalan Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta hingga 15 Maret 2019.
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...