Deklarasi HAM PBB Diterjemahkan ke Bahasa Suku Aborigin
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Untuk pertama kalinya, Deklarasi Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) Perserikatan Bangsa-bangsa diterjemahkan ke dalam salah satu bahasa suku Aborigin di Australia.
Dr Sarah Holcombe, antropolog sosial dari Australian National University (ANU) telah menghabiskan lebih dari dua tahun bekerja dengan para ahli bahasa dan penerjemah di Australia Tengah untuk mempublikasikan dokumen milik PBB dalam bahasa Pintupi-Luritja.
Ketika pertama kali mendapat inspirasi untuk menerjemahkan dokumen PBB soal hak asasi tersebut, Holcombe sedang berada di Alice Springs bekerja dalam proyek hak asasi manusia. Sejak saat itulah ia berpikir bahwa semua orang di dunia memiliki hak untuk mengakses deklarasi soal persamaan hak-hak manusia.
"Saya mengalami, banyak orang Aborigin yang bekerja dengan saya dan belum pernah mendengar kata-kata 'hak asasi manusia universal' sebelumnya," kata Holcombe sebagaimana dikutip Australia Plus, hari Jumat (23/10).
Dengan tersedianya dalam bahasa Aborigin, orang asli benua Australia bisa tahu bahwa mereka memiliki persamaan hak dengan orang lain.
UDHR adalah dokumen yang sudah paling banyak diterjemahkan di dunia, ke dalam 460 jenis bahasa sejak pertama kali disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948.
Holcombe mengatakan banyak orang dari komunitas Pintupi-Luritja yang terkejut karena mereka telah merasa dianggap sama dengan orang lainnya dalam deklarasi itu.
"Banyak ide-ide soal aturan hukum [dalam UDHR] yang hampir salah diterjemahkan, karena aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik di kalangan orang-orang suku Aborigin di Kawasan Utara Australia," katanya.
Bahasa Pintupi-Luritja adalah bahasa tradisional suku Aborigin yang berada di kawasan Australia Pusat.
Menurut Holcombe bahasa tersebut telah banyak digunakan oleh orang-orang sebagai bahas kedua. Tak hanya itu, bahasa tersebut telah menjadi bahasa ibu bagi sekitar 2.500 orang di kawasan sekitar Alice Springs.
"Bahasa adalah indeks budaya yang sangat sensitif, jadi menurut saya setiap antropolog harus benar-benar terlibat dalam budaya lokal karena di situlah ide-ide dan nilai keyakinan orang-orang yang sebenarnya ditemukan," kata Holcombe.
Kontrak kewarganegaraan
Holcombe mengatakan UDHR adalah dasar hukum dan budaya untuk negara-negara barat, tapi penduduk asli Australia tidak mengambil hak-hak ini.
"Kekejaman massal setelah Perang Dunia II benar-benar mengerikan bagi dunia. Ada pengakuan luas perlunya memiliki standar dasar demi martabat manusia," katanya.
Menurut Holcombe meskipun Australia adalah satu-satunya negara demokrasi barat tanpa hak-hak nasional, tetapi Australia menandatangani konvensi internasional yang mengabadikan hak-hak manusia tersebut.
Ia juga menyayangkan belum banyaknya orang-orang Aborigin, terutama di daerah terpencil yang belum memiliki "kontrak kewarganegaraan".
Holcombe berharap proyek ini menyebabkan bahasa adat dari penduduk asli Australia mendapat pengakuan yang lebih luas.
Editor : Eben E. Siadari
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...