Demokrat: Budi Gunawan Bagai "Tsunami" dan Petir di Siang Bolong
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Politisi Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai penetapan calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan, sebagai tersangka bagaikan tsunami dan petir di siang bolong.
"Kami, Partai Demokrat sungguh dikejutkan dengan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, seperti tsunami dan petir di siang bolong, tidak ada angin dan hujan tiba-tiba KPK menetapkan calon tunggal Kapolri sebagai tersangka atas dugaan kasus suap," kata Benny dalam Rapat Paripurna ke-15 DPR di Ruang Rapat Paripurna II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/1).
Meski begitu, demokrat tetap menghormati dan mendukung penggunaan hak prerogatif presiden untuk mengangkat dan memberhentikan Kapolri sesuai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kapolri. Demokrat juga menghargai usulan nama Budi Gunawan yang diajukan Presiden Jokowi sebagai Kapolri. "Kami (Demokrat) berpandangan, yang bersangkutan punya kapastias pengalaman, dan kompetensi, untuk dicalonkan," kata dia.
Namun, lanjut Benny, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, membuat Demokrat mengusulkan agar Rapat Paripurna DPR menunda sementara proses penetapan Budi Gunawan sebagai Kapolri, meskipun Komisi III DPR telah memutuskan hal tersebut.
Politisi Partai Demokrat itu menyampaikan beberapa pertimbangan. Pertama, pengangkatan Budi Gunawan oleh Presiden RI nantinya akan mencoreng sejarah Indonesia, karena untuk pertama kalinya presiden mengangkat seorang tersangka jadi Kapolri.
"Lalu, kedua, apabila Budi Gunawan dipaksakan jadi Kapolri maka diyakini tidak akan mendapat kepercayaan publik, apalagi Polri juga dituntut aktif dalam menegakkan hukum di Indonesia, termasuk pemberantasan korupsi," ujar dia.
Selanjutnya, kata Benny, DPR harus melakukan pendalaman dan klarifikasi atas dugaan keterlibatan Budi Gunawan dalam tindak pidana korupsi, baik kepada presiden, KPK, Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), maupun Budi Gunawan sendiri.
"Jika Presiden RI atau DPR mengabaikan apa yang menjadi ketetapan KPK akan memiliki akibat yang buruk karena kedua lembaga utama di negeri ini oleh rakyat dinilai tidak serius mendukung upaya pemberantasan korupsi," ujar dia.
Jadi, dengan tetap memegang asas praduga tidak bersalah, Demokrat berpendapat Budi Gunawan justru bisa menggunakan haknya untuk mengklarifikasi dan pembelaan apabila nyata-nyata tidak melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang disangkakan KPK.
Editor : Sotyati
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...