Demokrat Tolak Revisi UU KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua DPP Partai Demokrat, Benny K Harman menegaskan partainya menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang bertujuan untuk memperlemah institusi tersebut.
"Partai Demokrat menolak revisi (UU KPK) kalau untuk memperlemah KPK," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (7/10).
Dia mengatakan publik harus sungguh-sungguh memerhatikan agenda terselubung dalam usaha revisi UU KPK. Menurut dia, revisi UU KPK itu diduga diboncengi kelompok yang ingin mematikan institusi tersebut.
"Kami mau penyadapan tanpa izin pengadilan; kedua tidak ada batas waktu usia KPK; ketiga harus ada SP3 yang sifatnya limitatif," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR itu menilai kewenangan penyadapan tetap harus dimiliki KPK, namun penggunannya harus akuntabel dan kredibel untuk mencegah penyalahgunaan.
Penyadapan menurut Benny merupakan instrumen luar biasa yang dimiliki KPK untuk optimalisasi kewenangan-kewenangan yang dimiliki institusi tersebut.
"Sampai saat ini Demokrat memandang korupsi adalah kejahatan luar biasa dan hanya bisa dilawan dengan cara luar biasa," katanya.
Langkah itu, menurut dia, bisa dilakukan dengan cara membentuk institusi luar biasa seperti KPK dengan kewenangannya yang juga luar biasa.
Dia menegaskan apabila kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK dihapus, akan membuat institusi itu lesu darah.
"Kami ingin apabila revisi UU KPK dilakukan harus memastikan kewenangan-kewenangan luar biasa yang dimiliki insitusi itu tidak disalahgunakan," tuturnya.
Benny mengatakan partainya akan berupaya agar revisi UU KPK ditolak oleh fraksi-fraksi di DPR. Selain itu menurut dia, partainya mengajak masyarakat untuk melawan upaya sistematis pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. "KPK lahir dari era Reformasi, dan jangan dimatikan," ujarnya.
Sebelumnya, enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK, yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP.
Beberapa pasal yang diusulkan diubah antara lain:
Pasal 5 penambahan:
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan;
Pasal 13 ayat c:
Dalam hal KPK melakukan penyidikan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 50 miliar, dalam hal KPK telah melakukan penyidikan di mana ditemukan kerugian negara dengan nilai di bawah Rp 50 miliar maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi;
Pasal 14 ayat a:
KPK melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri. (Ant)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...