Demonstran Nilai Pertemuan Xi Jinping-Ma Terlambat
TAIPEI, SATUHARAPAN.COM – Sekelompok demonstran yang menentang pertemuan pemimpin Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Taiwan, Ma Ying Jeou bertanya-tanya mengapa pertemuan kedua pemimpin digelar tujuh bulan sebelum Ma mengakhiri masa jabatannya.
“Pertemuan kedua presiden (Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Taiwan, Ma Ying Jeou, Red) tanpa persetujuan warga Taiwan. Tapi mungkin Presiden Ma akan bertemu Presiden Xi sesuai dengan inisiatif dia sendiri,” kata Chu Cheng-tai, 56 tahun, yang menonton demonstrasi kecil di sebuah jalan di Taipei hari Kamis (5/11) dan diberitakan Xinhua, Jumat (6/11).
Chu bertanya-tanya apakah kedua pemimpin itu akan menandatangani suatu kesepakatan rahasia. Chu khawatir bila presiden Taiwan itu mungkin akan menggunakan posisinya untuk menyetujui sesuatu secara pribadi atau membuat janji-janji dengan Tiongkok. “Sebagian warga (Taiwan, Red) bahkan khawatir Ma Ying Jeou mungkin akan menjual negara ini ke Tiongkok,” Chu menambahkan.
Beberapa hari lalu, Amerika Serikat (AS) menyambut baik rencana pertemuan pemimpin Tiongkok dan Taiwan di Singapura pada Sabtu (7/11).
“Kami menyambut baik langkah kedua pihak untuk mencoba menurunkan ketegangan dan meningkatkan hubungan," kata juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, pada hari Selasa (3/11).
"Tapi kami juga harus melihat apa yang nantinya akan dihasilkan dari pertemuan tersebut," kata John Earnest.
Pertemuan tersebut merupakan saat pemimpin kedua negara bertemu untuk pertama kalinya sejak berakhirnya perang sipil pada 1949 yang berakhir dengan pemisahan diri Taiwan dari Tiongkok.
Sampai saat ini, Tiongkok masih menganggap Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatan mereka yang sedang menunggu untuk proses reunifikasi.
Beberapa hari yang lalu, Ma menyatakan pertemuannya dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di Singapura, hanya membahas kelanjutan normalisasi hubungan dengan Tiongkok dan tidak terkait dengan pemilu yang akan dilangsungkan pada Januari 2016.
“Pertemuan ini membahas masa depan Taiwan, masa depan hubungan lintas-selat. Pertemuan ini tidak terkait dengan pemilu, namun lebih mendasarkan pada kepentingan generasi mendatang," tutur Ma dalam pidato pertamanya pada Selasa (3/11) tengah malam.
Pertemuan pertama kalinya antara kedua rival politik sejak perang saudara Tiongkok yang berakhir pada 1949 itu akan berlangsung dengan terbuka, tanpa kesepakatan bersama yang akan dibuat, kata Ma dalam konferensi pers di Taipei.
Pembicaraan dengan Xi, kata Ma, akan membantu mengurangi permusuhan dalam jangka pendek dan ia berharap para pemimpin masa depan Taiwan dapat mengadakan pertemuan-pertemuan serupa.
Sejarah
Tiongkok menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sejak tahun 1940-an dan mengancam untuk merebut paksa pulau itu, jika perlu, sebuah langkah yang akan mengakhiri pemerintahan sendiri secara demokratis selama beberapa dekade.
Presiden Ma dan para pejabat Tiongkok mengesampingkan perbedaan politik mereka pada tahun 2008 untuk memulai kontak antar pejabat pemerintah tingkat rendah. Sejauh ini kedua negara telah menandatangani 23 perjanjian, sebagian besar mencakup perdagangan, transportasi lintas selat dan investasi.
Sebagian warga Taiwan merasa gembira dengan makna sejarah pertemuan puncak itu, yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh pemimpin dari kedua pihak. (xinhuanet.com)
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Duta Besar: China Bersedia Menjadi Mitra, Sahabat AS
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-China bersedia menjadi mitra dan sahabat Amerika Serikat, kata duta besar C...