Demonstrasi di Jakarta Menolak Kecurangan dalam Pemilu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Unjuk rasa digelar di ibu kota, Jakarta, pada hari Jumat ( 16/2) menuntut otoritas pemilu menghentikan Prabowo Subianto menjabat sebagai presiden berikutnya dan mengklaim adanya kecurangan pemilu yang meluas.
Prabowo, mantan jenderal yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, telah mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden pada hari Rabu (14/2) setelah penghitungan tidak resmi menunjukkan bahwa ia mengambil alih 58% suara dalam pemilihan tiga arah.
Kemenangan Prabowo belum resmi karena hasil resminya mungkin memerlukan waktu hingga satu bulan untuk ditabulasikan. Kedua pesaingnya, mantan gubernur Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, menolak menyerah dan menuduh adanya kecurangan besar-besaran dalam pemilu.
Pihak berwenang memblokir jalan-jalan menuju gedung Komisi Pemilihan Umum yang dijaga ketat, dan dibarikade dengan kawat berduri. Puluhan pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan tanda yang mengecam Presiden Joko Widodo karena mendukung Prabowo, yang memilih putranya sebagai pasangannya.
“Kami menuntut keadilan, kami menuntut penghitungan suara yang adil,” kata Siti Aisyah, salah satu pengunjuk rasa. “Jangan biarkan kecurangan menang, itu akan merusak demokrasi di negara kita lagi.”
Tim kampanye Anie dan Ganjar menyatakan akan memberikan bukti atas tuduhan kecurangan mereka. “Ada indikasi kuat bahwa pelanggaran terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilu presiden,” kata Hamdan Zoelva, mantan hakim ketua Mahkamah Konstitusi yang tergabung dalam tim Anies Baswedan.
Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang mencalonkan Ganjar Pranowo, mengatakan bahwa penyimpangan pemilu dilakukan dari atas ke bawah, dimulai dengan pencalonan putra Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden. Mahkamah Konstitusi harus membuat pengecualian terhadap persyaratan usia minimal 40 tahun bagi Gibran untuk mencalonkan diri.
Ketua Mahkamah Agung saat itu, yang merupakan saudara ipar Jokowi, kemudian dicopot oleh panel etik karena gagal mengundurkan diri dan melakukan perubahan pada menit-menit terakhir terhadap persyaratan pencalonan pemilu.
Jokowi menampik tuduhan penipuan dan manipulasi apa pun terhadap sistem peradilan atau memihak pasangan kandidat tertentu, dengan mengatakan bahwa proses pemilu diawasi oleh banyak orang, termasuk perwakilan kandidat, badan pengawas pemilu, dan aparat keamanan.
“Pengawasan berlapis seperti ini akan menghilangkan kemungkinan terjadinya kecurangan,” kata Jokowi kepada wartawan pada hari Kamis (15/2), “Jangan berteriak adanya kecurangan. Kita punya mekanisme untuk menyelesaikan kecurangan, kalau punya bukti bawa ke Bawaslu, kalau punya bukti gugat ke Mahkamah Konstitusi.”
Prabowo Subianto menolak menerima hasil pemilu tahun 2019 yang mempertemukan dirinya dengan Jokowi untuk kedua kalinya, yang berujung pada kekerasan yang menewaskan tujuh orang di Jakarta. Dalam dua pemilu terakhir, Mahkamah Konstitusi Indonesia telah menolak upaya Prabowo Subianto untuk membatalkan kemenangan Jokowi dan menganggap klaimnya mengenai kecurangan yang meluas sebagai hal yang tidak berdasar. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...